Pelaksanaan tindakan kebiri kimia diatur dalam Pasal 9, yakni sebagai berikut.
a. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dilakukan setelah kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyatakan pelaku persetubuhan layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia;
b. Dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari sejak diterimanya kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, jaksa memerintahkan dokter untuk melakukan pelaksanaan tindakan kebiri kimia kepada pelaku persetubuhan;
c. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok;
d. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk;
e. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dihadiri oleh jaksa, perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
f. Pelaksanaan tindakan kebiri kimia dituangkan dalam berita acara; dan
g. Jaksa memberitahukan kepada korban atau keluarga korban bahwa telah dilakukan pelaksanaan tindakan kebiri kimia.
Kemudian dalam Pasal 10, diatur ketentuan jika pelaku disimpulkan tak layak mendapat kebiri kimia. Jika kesimpulan ini yang didapat, maka tindakan kebiri kimia ditunda paling lama enam bulan. Selama masa penundaan itu dilakukan penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang. Jika penilaian klinis dan kesimpulan ulang tetap menyatakan pelaku tak layak dikenakan kebiri kimia, maka jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama.
Pasal 11 selanjutnya mengatur, bila pelaku melarikan diri, maka tindakan kebiri kimia ditunda pelaksanaannya. Jaksa kemudian harus berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk memburu pelaku. Jika pelaku tertangkap atau menyerahkan diri setelah kabur, jaksa berkoordinasi dengan kementerian urusan hukum, sosial, dan kesehatan untuk melaksanakan kebiri kimia. Adapun di Pasal 12 menyebutkan, bila pelaku meninggal, jaksa harus memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama.
Akan tetapi, PP ini masih mengamanatkan pengaturan detail oleh peraturan di bawahnya. Dalam Pasal 13 disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur teknis penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Adapun ketentuan lebih lanjut tentang pemberitahuan kepada jaksa diatur dengan Peraturan Menteri urusan hukum.
Karena itulah, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai PP Nomor 70 Tahun 2020 ini bermasalah lantaran tidak detail dan memberikan keterangan yang jelas. Beleid ini dinilai tak menjelaskan aspek apa saja yang harus dipertimbangkan untuk menerapkan kebiri kimia.
"PP ini bahkan melempar ketentuan mengenai penilaian, kesimpulan, dan pelaksanaan yang bersifat klinis ke aturan yang lebih rendah," kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangan tertulis, Senin, 4 Januari 2021.