4. Gaya Orde Baru
Bukan hanya Usman dan Bivitri, tapi Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, pun menyoroti UU Ormas, di balik aksi pelarangan aktivitas FPI. Menurut Feri, dasar hukum FPI dilarang UU Ormas ini yang bermasalah sejak awal.
"UU tersebut menghapus mekanisme pembubaran ormas melalui peradilan yang sesungguhnya diatur dalam UU Ormas lama. UU Ormas baru yang dibentuk dari Perpu Presiden Jokowi ini bermasalah," ujar Feri saat dihubungi Tempo, Rabu, 30 Desember 2020.
UU Ormas tersebut, ujar Feri, juga bertentangan dengan semangat reformasi yang melindungi kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. "Gaya pembubaran ormas seperti ini khas Orde Baru. Presiden Gus Dur menentang betul cara-cara pembubaran ormas seperti ini," kata dia.
5. Menentang Prinsip Negara Hukum
Selanjutnya, kritikan juga datang dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Mereka yaitu seperti KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan), LBH Masyarakat, hingga YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia).
Selama ini berbagai organisasi sipil tersebut memang turut mengecam berbagai kekerasan, provokasi kebencian, sweeping, serta pelanggaran-pelanggaran hukum lain yang dilakukan FPI. Menurut mereka, kekerasan oleh siapapun perlu diadili, tetapi tidak serta merta organisasinya dinyatakan terlarang melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum.
Sehingga, KontraS dan kawan-kawan menilai keputusan pemerintah ini bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum. "Khususnya terkait kebebasan berkumpul dan berserikat," demikian tertulis dalam keterangan resmi.
6. Putusan MK
Organisasi masyarakat sipil juga menyatakan penggunaan istilah de jure untuk menyatakan suatu organisasi bubar karena tidak terdaftar atau tidak memperpanjang SKT harus didasarkan pada dasar legalitas yang jelas. Namun kenyataannya, baik Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 82/PUU-XI/2013 maupun UU Ormas tidak menentukan ataupun mengatur hal tersebut.
Dalam bagian pertimbangan putusan tersebut, MK memang menyinggung soal ini. Berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, tulis MK, suatu Ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang bisa tidak mendapatkan pelayanan dari negara.
Tetapi, MK menyebut negara tidak dapat menetapkan Ormas tersebut sebagai Ormas terlarang. "Negara juga tidak dapat melarang kegiatan Ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum."
7. Tidak Memiliki Dasar Hukum
Tak hanya secara substansi, tapi organisasi masyarakat sipil ini juga menyoroti alasan di balik larangan. Contohnya larangan penggunaan simbol dan atribut FPI karena tidak memperpanjang SKT. "Ini tidak memiliki dasar hukum," tulis KontraS.
Lantaran, Pasal 59 UU Ormas hanya melarang kegiatan yang pada intinya mengganggu ketertiban umum dan/atau melanggar peraturan perundang-undangan. UU Ormas tidak melarang suatu organisasi kemasyarakatan untuk berkegiatan sepanjang tidak melanggar ketentuan Pasal 59 tersebut.
FAJAR PEBRIANTO