TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menampik tudingan di masyarakat yang menyebutkan adanya islamofobia di pemerintahan Indonesia, dan banyak upaya mengkriminalisasi ulama.
"Pejabat politik, pemerintahan, pembuat kebijakan, petinggi dan anggota TNI/Polri sebagian terbesar adalah orang-orang Islam yang tidak mungkin bisa menjadi pemimpin jika ada Islamofobia di sini," kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Kamis, 24 Desember 2020.
Mahfud mengatakan sekarang ini banyak petinggi-petinggi TNI/Polri yang pandai mengaji. Bahkan menjadikan markas TNI dan Polri sebagai tempat pengajian dan sema'an Qur'an. Karena itu, argumen adanya islamofobia di Indonesia bagi Mahfud tidak valid.
Pun halnya, dengan tudingan adanya kriminalisasi terhadap ulama. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut menegaskan tak mungkin kriminalisasi dilakukan terhadap para ulama.
"Tak ada kriminalisasi ulama di Indonesia, sebab selain ikut mendirikan Indonesia dulu, saat ini para ulama lah yang banyak mengatur, memimpin, dan ikut mengarahkan kebijakan di Indonesia," kata dia.
Ia pun menjelaskan sejumlah kasus yang banyak disebut sebagai upaya kriminalisasi ulama oleh masyarakat. Di kasus Abu Bakar Ba'asyir, Mahfud mengatakan yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat terorisme.
"Dia itu dijatuhi hukuman ketika ketua Mahkamah Agung dikenal sebagai tokoh Islam yakni Bagir Manan. Tak mungkin Pak Bagir membiarkan kriminalisasi ulama, jika tak ada bukti terlibat terorisme," kata Mahfud.
Pun halnya di kasus Bahar Bin Smith yang bagi Mahfud terbukti jelas melakukan penganiayaan berat. Sedangkan untuk kasus Rizieq Shihab, Mahfud mengatakan penetapan tersangka dia tak pernah terkait dengan politik ataupun status kehabibannya.
"Tetapi karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana umum," kata Mahfud.