Fokus pemerintah membangun proyek-proyek strategis nasional dikhawatirkan akan memicu timbulnya beberapa persoalan di masa datang. Puluhan proyek PLTU, belasan proyek smelter dan proyek-proyek pengolahan sampah menjadi energi terbarukan akan menyebabkan eksploitasi masif dan pencemaran lingkungan.
“Sebelum adanya proyek strategis nasional, beberapa hal ini sudah menjadi keluhan banyak masyarakat di berbagai tempat. Banyak juga masyarakat yang dikriminalisasi, termasuk petani, masyarakat adat dan buruh,” kata Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati.
Dia berbicara dalam diskusi online Indonesia Outlook 2021 Ngobrol @tempo dengan tema “Proyeksi Politik, Hukum, Keamanan, Pertahanan Nasional dan Kerjasama Luar Negeri” 2021, Senin, 7 Desember 2020.
Asfinawati menyoroti UU Omnibus Law yang memang disiapkan untuk mendukung proyek-proyek strategis nasional. “Pasal 19 ayat 2 menyebutkan bahwa, untuk kepentingan umum dan atau proyek strategis nasional, lahan budi daya pertanian dapat dialihfungsikan. Ini akan menyebabkan banyak sekali konflik dengan masyarakat. Hak milik bisa diambil dengan mudah,” katanya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid yang menjadi pembicara kedua mengkhawatirkan kecenderungan menguatnya peranan aktor-aktor keamanan, baik itu kepolisian, militer dan Badan Intelijen Negara.
“Kepemimpinan Pak Joko Widodo memberikan ruang yang cukup besar untuk aktor-aktor keamanan ini. Kepolisian (misalnya) terlihat sangat mendukung Presiden Joko Widodo, yang pada tingkat tertentu, membuat beberapa pengamat mulai khawatir kepolisian tidak lagi netral,” kata Usman dalam diskusi yang dipandu Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Wahyu Dhyatmika ini.
Menanggapi hal itu, Mabes Polri menegaskan, akan bersikap netral dalam bekerja serta mendukung rencana kerja dan prioritas pemerintah, termasuk pemulihan ekonomi dan penanganan pademi Covid-19 di tahun depan.
“Tentu saja dalam hal ini Polri tetap saja menjaga keseimbangan. Disamping mengamankan kebijakan pemerintah, tentu saja juga mengamankan kegiatan-kegiatan masyarakat, apa pun bentuknya, asalkan tidak melanggar hukum dan merugikan kepentingan orang banyak serta tidak mengganggu kamtibmas,” kata Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Muharrom Riyadi.
Mengenai pelanggaran-pelanggaran HAM berat masa lalu, Kementerian Hukum dan HAM telah menggunakan pendekatan non yudisial seperti pemberian berbagai bantuan pada kasus Talangsari, Lampung pada 2018.
“Kami melakukan pendekatan ke masyarakat yang menjadi korban, mendata korban dan menginventarisir kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan kita cocokan dengan program-program Pemerintah,” kata Kasubdit Yankomas Wilayah I Kementerian Hukum dan HAM Edwin Aldrin Purba. Menurutnya, keberhasilan penyelesaikan konflik di Talangsari juga akan diterapkan di Aceh Selatan. “Kebijakan ini juga akan diimplementasikan di Papua tahun depan,” katanya.
Dalam pandangan Badan Pembinaan Hukum Nasional, pembahasan UU Cipta Kerja antara pemerintah dan DPR telah mengikuti mekanisme dan prosedur yang berlaku. “Mari kita bersabar menunggu bagaimana nanti implementasi Peraturan Pemerintah tersebut. Kalau kita baca UU-nya, yang paling utama di sana adanya norma, standar dan prosedur, yang menjadi ukurannya,” ujar Kepala Bidang Perencanaan Legislasi BPHN, Tongam R Silaban.