TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang Kepolisian, Bambang Rukminto, menilai bahwa langkah kepolisian mengintai dan menguntit pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, adalah hal yang wajar. Meski begitu, ia menyayangkan penguntitan itu berakhir dengan insiden yang menewaskan enam orang anggota FPI.
"Dalam kasus Rizieq ini, juga ada alasan masuk akal karena beberapa kali mangkir dari panggilan, bahkan memprovokasi pengikutnya untuk melakukan penghadangan petugas. Ini tentunya adalah preseden buruk bila dibiarkan terus menerus," kata Bambang saat dihubungi Tempo, Selasa, 8 Desember 2020.
Rizieq sebenarnya telah selesai berurusan dengan polisi di kasus-kasus terdahulunya. Namun sekembalinya dia ke Indonesia pada 10 November lalu, ia kembali dipanggil Polda Metro Jaya terkait dengan dugaan pelanggaran protokol kesehatan.
Juru Bicara FPI Munarman, mempertanyakan langkah kepolisian yang menguntit dan mengintai Rizieq. Ia menilai langkah tersebut terlalu berlebihan untuk kasus sebatas pelanggaran protokol kesehatan.
Meski begitu, Bambang menilai dalam proses penyelidikan, menguntit, mengikuti, atau memata-matai seseorang bisa dibenarkan. Apalagi anggota polisi diberikan kewenangan oleh negara melakukan tugas kepolisian sebagai penegak hukum, penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Makanya wajar bila polisi melakukan penguntitan, karena indikasi Rizieq tidak kooperatif itu sudah ada sebelumnya," kata Bambang.
Walau demikian, Bambang menyesalkan penguntitan yang terjadi pada Senin dini hari, 7 Desember 2020, berujung pada kematian enam anggota FPI. Namun ia mengatakan hal ini bukan tak bisa diprediksi.
"Bila melihat indikasi-insiden sebelumnya, insiden itu bisa terjadi kapan saja, dan sekedar menunggu waktu saja. Karena upaya pembangkangan dan melawan hukum itu sudah ada sejak awal," kata Bambang.
Ia mengatakan dengan adanya klaim berbeda dari FPI maupun polisi terkait kronologis kejadian, maka diperlukan adanya transparansi. Ia meminta Polda Metro Jaya memberikan penjelasan lebih gamblang, dan transparan terkait kronologi, TKP, maupun rentetan-rentetan berikutnya seperti uji laboratorium, forensik, hingga balistik.