Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan peran dan fungsi haluan negara sebagai kaidah penuntun pembangunan nasional. Dalam sistem berbangsa dan bernegara, kehadiran Pancasila mengandung prinsip-prinsip filosofis, sementara konstitusi mengandung prinsip-prinsip normatif. Maka haluan negara akan mengandung prinsip-prinsip direktif.
Nilai filosofis Pancasila bersifat abstrak. Pasal-pasal konstitusi pada prinsipnya juga mengandung norma besar. Karenanya, diperlukan kaidah penuntun yang berisi arahan dasar tentang bagaimana cara melembagakan nilai Pancasila dan konstitusi tersebut ke dalam berbagai pranata publik.
“Ini memandu para penyelenggara negara merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan secara terpimpin, terencana dan terpadu," ujar Bamsoet dalam FGD 'Reposisi Haluan Negara sebagai Wadah Aspirasi Rakyat', di MPR RI, Jakarta, Kamis, 3 Desember 2020.
Turut hadir sebagai pembahas dan narasumber FGD, antara lain Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Ketua Forum Rektor Indonesia, Arif Satria, dan Ketua Umum Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Satryo Brodjonegoro. Selain itu Ketua Umum Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Alfitra Salam; pakar dari Aliansi Kebangsaan Yudi Latif, pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Nandang A. Deliarnoor, dan Pemimpin Redaksi harian umum Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.
FGD ini lanjutan dari FGD 'Restorasi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila', pada 9 November lalu.Wacana yang berkembang mengenai pemilihan 'baju hukum' yang paling tepat untuk mewadahi haluan negara mengerucut pada dua pilihan alternatif. Pertama, diatur langsung di dalam konstitusi. Kedua, diatur melalui ketetapan MPR.
Nandang A. Deliarnoor mengatakan, dengan menempatkan haluan negara dalam konstitusi, maka status hukumnya akan sangat kuat. Sedangkan Yudi Latif memandang, haluan negara sebagai prinsip-prinsip direktif kebijakan dasar politik pembangunan seyogyanya terpisah dari konstitusi dan tidak sebangun dengan undang-undang. Dengan kata lain, ditetapkan oleh MPR RI melalui ketetapan MPR RI.
Sementara itu, Ninuk Pambudy, mengungkapkan sejumlah kegalauan masyarakat pasca reformasi. Sejak 2016, media massa telah menangkap pembicaraan di masyarakat tentang perlunya Indonesia memiliki haluan negara. Salah satu urgensinya agar proses pembangunan bisa inklusif, melibatkan seluruh komponen bangsa.
Apakah hukum haluan negara nantinya dalam bentuk konstitusi atau ketetapan MPR RI, tergantung dari keinginan politik eksekutif dan legislatif dengan mendengar berbagai masukan para pakar dan akademisi. “Dalam FGD ini kami bersepakat bahwa keberadaan haluan negara tetap sejalan dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia," kata Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 ini menambahkan, haluan negara atau pokok-pokok haluan negara, hanya mengatur hal-hal pokok saja. Haluan tersebut memuat arahan untuk ditindaklanjuti dalam program pembangunan yang akan disusun oleh presiden dan lembaga negara sesuai dengan kewenangannya.
Calon presiden dan wakil presiden dalam kampanye pemilihan umum, memberikan janji kampanye yang merupakan terjemahan dari PPHN yang tercantum dalam konstitusi. “Setelah terpilih, presiden dan wakil presiden akan bekerja sesuai janji kampanye yang selaras dengan PPHN. Sehingga pembangunan bisa berkelanjutan," ujar Bamsoet.