TEMPO.CO, Jakarta - Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo mengatakan tak perlu mengasihani koleganya sepeerti Jumhur Hidayat, dan Syahganda Nainggolan. Keduanya ditangkap ditangkap polisi.
Gatot mengatakan justru para penyidik Kepolisian yang harus dikasihani. "Jangan kasihani mereka, karena mereka bukan pejuang-pejuang karbitan. Justru yang kita kasihani adalah penyidik," kata Gatot dalam acara Dialog Nasional 212 yang disiarkan Youtube Front TV, Rabu, 2 Desember 2020. Acara ini dihadiri pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan sejumlah tokoh lain.
Gatot mengatakan para penyidik Kepolisian adalah orang-orang yang pintar dan cerdas. Menurut dia, hati mereka pun terbebani lantaran menangkap para aktivis KAMI.
"Dia batinnya tersiksa, karena dia melanggar hukum dengan menangkap KAMI, mereka ditangkap tanpa barang bukti," ujar mantan Panglima TNI ini.
Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka lantaran dituding merencanakan untuk menghasut dan menyebarkan ujaran kebencian berdasar SARA melalui percakapan grup Whatsapp. Hasutan itu dianggap menjadi pemicu terjadinya aksi anarkis saat unjuk rasa Undang-undang Cipta Kerja berlangsung.
Gatot juga menyinggung pemanggilan polisi terhadap Rizieq Shihab baru-baru ini. Menurut Gatot, jika keadilan benar-benar hendak diterapkan seharusnya semua orang yang berkerumun di acara Rizieq turut diperiksa. "Keadilan ini buktinya apabila enggak dilakukan bagi seluruh masyarakat," ujar Gatot.
Gatot mengaku setuju dengan revolusi akhlak yang digaungkan Rizieq Shihab. Ia mengapresiasi ceramah Rizieq tentang revolusi akhlak menggunakan pisau analisis Pancasila.
"Enggak bisa dipungkiri lagi bahwa HRS adalah seorang nasionalis yang mengawal tujuan murni Pancasila seperti yang dilakukan oleh KAMI yaitu dengan gerakan moral yang mengawal cita-cita luhur bangsa," kata dia.
Acara dialog nasional 212 digelar sebagai reuni 212--gerakan demonstrasi pada 2 Desember 2016 yang menuntut agar Gubernur DKI Jakarta ketika itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dihukum karena dianggap menista agama.