TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggandeng pihak perbankan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster.
"Tentu KPK akan melibatkan pihak lain termasuk pihak perbankan maupun PPATK," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis pada Rabu, 2 Desember 2020.
Selain itu, Ali memastikan KPK juga akan mengembangkan proses penyidikan dan pengumpulan bukti berdasarkan keterangan para saksi yang akan dipanggil KPK.
Dalam perkara ini, Edhy menerima suap bersama lima orang lainnya, yakni Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Amiril Mukminin (AM).
Sedangkan sebagai pemberi Direktur PT DPP Suharjito (SJT). Edhy diduga menerima total Rp 9,8 miliar dan US$ 100 ribu dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima, Edhy Prabowo bersama lima orang lainnya disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Suharjito dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ANDITA RAHMA