TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 5.800 orang mengungsi akibat erupsi Gunung Ile Lewotolok, Lembata, Nusa Tenggara Timur. Para pengungsi tersebar di 20 titik pengungsian. “Tidak ada laporan korban jiwa akibat letusan,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati lewat keterangan tertulis, Selasa, 1 Desember 2020.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lembata mencatat letusan Gunung Ile Lewotolok terjadi pada Senin, 30 November 2020. Letusan berdampak pada 28 desa di Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur.
Para pengungsi tersebar di pos pengungsian warga sebanyak 576 jiwa, Parak Lawang 456 jiwa, aula Kelurahan Lewoleba Tengah 279 jiwa, SDI Lewoleba 82 jiwa, Aula Kelurahan Lewoleba Timur 65 orang, aula Selandoro 50 jiwa dan BKD PSDM 46 jiwa.
Selain itu, pengungsi juga tersebar di sejumlah desa, seperti Lewoleba Timur 1.042 jiwa, Selandoro 1.015 orang, Lewoleba Selatan 467 orang, Lewoleba 347 orang, Lewoleba Barat 286 orang, Lewoleba Tengah 286 dan Lewoleba Utara 105 orang.
BPBD Lembata menyatakan pengungsi membutuhkan tenda, air, perlengkapan bayi, termogan, selimut, alas tidur dan terpal. BPBD telah membentuk pos komondo untuk memastikan penanganan darurat berjalan.
Melihat perkembangan pascaerupsi, Kepala BNPB Doni Monardo telah berangkat menuju Kabupaten Lembata untuk meninjau upaya penanganan darurat, khususnya di masa pandemi Covid-19.
BNPB mencatat hingga Selasa malam Gunung Ili Lewotolok masih mengalami erupsi pada pukul 05.13 waktu setempat. Tinggi kolom abu vulkanik setinggi 800 meter di atas permukaan. Kolom abu teramati berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal condong ke arah timur. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 20 mm dan durasi sekitar 1 menit 30 detik.