INFO NASIONAL-- Tema Hari Guru Nasional 2020 yaitu “Bangkitkan Semangat Wujudkan Merdeka Belajar” memberi makna penting pada kemajuan pendidikan di Indonesia, demikian pendapat pemerhati pendidikan Arief TC.
“Merdeka belajar itu keren. Semangatnya adalah setiap orang punya kesempatan untuk belajar. Tema ini memudahkan kita untuk belajar dari mana saja,” ujar Arief saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu, 28 November 2020.
Baca Juga:
Menurut dia, semangat merdeka belajar saat diterjemahkan pada pola mendidik di sekolah, seorang guru harus memahami potensi anak sesuai karakternya, bukan sebatas memberi penjelasan dan tugas kepada murid untuk dikerjakan. Hal ini yang Arief temui selama kurang lebih empat tahun berkecimpung di dunia pendidikan. Guru masih dianggap sebagai profesi belaka. Akibatnya, proses belajar mengajar hanya satu arah.
“Guru menulis di papan tulis, menjelaskan pelajaran, lalu memberi tugas. Begitu terus, kurang interaksi sehingga anak tidak berkembang. Proses pembelajaran kita belum sampai ke thinking skill. Siswa tidak mendapat kesempatan untuk kritis, untuk bertanya mengapa hal itu (terkait pelajaran yang diterangkan) bisa terjadi,” ucap dia.
Guru juga masih jarang memberi penjelasan kepada siswa mengenai implementasi sebuah pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Arief mencontohkan, saat guru menerangkan persamaan kuadrat, siswa tak pernah mengerti apa fungsinya dalam kehidupan nyata. Guru hanya menjelaskan rumus lalu meminta siswa menjawab soal.
Baca Juga:
Arief kini terlibat dalam program PINTAR (Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran), yakni sebuah kemitraan antar Tanoto Foundation dengan sejumlah kementerian, satu di antaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Program PINTAR berjalan sejak tahun lalu di lima provinsi: Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah.
Program yang diusung PINTAR sejalan dengan konsep merdeka belajar yang diamanatkan Menteri Nadiem Makarim. PINTAR memperkenalkan modul yang disebut MIKIR, singkatan dari mengalami dan mengamati, interaksi, komunikasi, dan refleksi. “Mengalami dan mengamati agar guru bisa membantu siswa merasakan dalam kehidupan nyata, lalu interaksi berarti mendorong hubungan antar siswa, yang ketiga adalah komunikasi untuk mendorong siswa mengomunikasikan idenya, dan terakhir refleksi agar guru melakukan refleksi setelah mengajar,” kata Arief menjelaskan.
Ia memberi contoh, hasil yang dicapai adalah perubahan suasana di kelas jadi lebih menyenangkan. “Sekarang, hasil karya siswa dipajang sehingga nuansa kelas lebih ramai. Hasil karya itu bisa jadi sumber pelajaran juga,” ucapnya.
Kreativitas guru juga muncul selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) kala pandemi. Di Bengkalis misalnya, Arief melihat guru yang melakukan inovasi agar siswa bisa tetap belajar. “Di sebuah kecamatan ada seorang guru memiliki 26 siswa dan mayoritas tak punya hape (telepon seluler) pribadi kecuali milik orang tua mereka. Akhirnya guru ini meluncurkan ide pembelajaran akhir pekan, saat orang tua libur bekerja, untuk memberi pelajaran kepada siswa, sekaligus mengajak orang tua ikut terlibat,” ujar Arief.
Inovasi dan kreativitas para guru yang membanggakan, menurut Arief wajib didorong oleh pusat. Guru jangan terlalu dibuat bingung dengan proses administrasi. “Misalnya terkait kelonggaran untuk membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang sederhana, tapi di sisi lain kita juga tetap mengacu pada kurikulum 13, di dalamnya ada kd/ki (kompetensi dasar dan kompetensi inti). Guru jadi bingung menerjemahkannya, akhirnya yang terjadi selama PJJ tetap banyak penugasan karena guru harus memenuhi kd/ki tersebut dalam mengisi nilai siswa di rapor,” kata dia.
Namun, Arief memaklumi tak mudah membuat kebijakan dalam waktu singkat, terlebih terkait kurikulum yang memerlukan pembahasan panjang bersama para ahli yang kompeten. “Semangat yang penting adalah di mana pun berada, apapun kondisinya, anak-anak Indonesia harus tetap belajar,” ucap Arief. (*)