Proyek kilang LNG Tangguh Train 3 di Teluk Bintuni, Papua, yang ditargetkan rampung di 2020 molor ke 2021. Pengerjaan proyek sampai saat ini baru mencapai 60 persen. BP Indonesia telah memperkerjakan 10 ribu pekerja proyek yang ada di lapangan agar dapat mempercepat proses pengerjaan proyek.
"Sekarang kan sudah konstruksi, kan sudah macam-macam tuh sekarang, saya sendiri tidak hafal, tapi presentase sudah lebih 60 persen. Kan ada yang onshore, ada juga offshore. Nah yang offshore sudah hampir 100 persen tinggal onshore-nya saja," ujar Head of Country BP Indonesia Moektianto Soeryowibowo Moektianto dalam gelaran Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention & Exhibition, Jakarta, September 2019.
Di samping itu, BP Indonesia juga telah selesai melakukan pemeliharaan fasilitas pengolahan atau Train 1 Proyek Tangguh sesuai target. Pihaknya juga berencana akan melakukan pemeliharan fasilitas proyek tangguh train 2 yang akan dijadwalkan tahun depan. "Tahun depan (Train 2), tapi belum lihat jadwalnya. Mudah-mudahan kita bisa lihat jadwalnya. Kayak pabrik, seperti sepeda motor nih, kita harus servis biar jalannya bagus lagi. Biar gak gangguan mesin, prinsipinya itu,” katanya.
Pengerjaan proyek kilang LNG Tangguh Train 3 mengalami keterlambatan karena sejumlah faktor, dan menyebabkan jadwal perampungan proyek ini ikut mundur, dari 2020 menjadi 2021."Mundur dengan jadwal terbaru, karena ada beberapa penyebab, seperti yang sudah dijelaskan SKK Migas dan sekarang kami fokus untuk mendeliver dengan jadwal yang baru," ujarnya.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan, Proyek Strategis Nasional (PSN) Train 3 Kilang Tangguh molor setahun menjadi kuartal III-2021, dari target awal operasi pada kuartal III-2020."Tangguh ada keterlambatan," kata Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto. dalam paparan kinerja hulu migas semester I-2019.
Ada sejumlah faktor yang membuat proyek Kilang Tangguh ini terlambat hingga 2021 yakni keterlambatan pengiriman material, sebab material untuk proyek yang berlokasi di Papua ini berasal dari Sulawesi dan Jawa. "Gempa dan tsunami di Palu serta erupsi anak Gunung Krakatau yang membuat pasokan materialnya terlambat," ujar Deputi Operasi SKK Migas, Fatar Yani Abdurrahman.
Agregat batu pondasi sipil tidak hanya Papua, ada dari Sulawesi lalu sebagian Jawa. Saat gempa Palu itu pasokan agregat batu-batuan terhambat juga cukup lama. Erupsi anak Gunung Krakatau menyebabkan keterlambatan material. Pekerja untuk proyek ini juga didatangkan dari luar Papua, sehingga proyek ini juga kekurangan tenaga kerja sejalan dengan masifnya pembangunan infrakstruktur di Jawa.
"Ketika bekerja di Papua di waktu bersamaan cukup banyak proyek infrastruktur di Indonesia. Saat kembali ke Jawa mereka cenderung bekerja di proyek infrastruktur sehingga kontraktor merekrut kembali orang-orangnya," tutupnya.
Train 3 merupakan bagian dari Proyek Tangguh. Proyek kawasan pengembangan migas ini memiliki enam lapangan gas di Blok Wiriagar Berau dan Muturi di Teluk Bintuni, Papua Barat. Proyek Tangguh sudah memiliki dua Train dengan kapasitas masing-masing 3,8 juta ton per tahun (MTPA). Dengan beroperasinya Train 3, total kapasitas proyek pengolahan gas ini akan mencapai 11,4 juta MTPA.