TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purnawirawan) Gatot Nurmantyo bercerita bahwa dirinya sempat ingin mengajukan diri sebagai penjamin penangguhan penahanan para pengurus Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana oleh polisi.
Namun, kata Gatot, tawaran itu ditolak oleh Syahganda Nainggolan dkk. "Sangat mengejutkan, surat penangguhan itu ditolak mereka. Mereka tidak mau penangguhan penahanan," ujar Gatot dalam acara peluncuran buku berjudul Pemikiran Sang Revolusioner karya Syahganda Nainggolan, Jumat, 27 November 2020.
Menurut Gatot, tawaran itu ditolak karena Syahganda dkk menolak menyanggupi satu persyaratan, yakni tidak mengulangi perbuatan yang sama jika penahanan mereka ditangguhkan. "Syarat ini ditolak mereka semua. Jadi mereka lebih baik di tahanan, keluar tetap melanjutkan perjuangan," ujar Gatot.
Sebelumnya, polisi menangkap Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana berdasarkan surat penangkapan bernomor SP/Kap/165/X/2020/ Direktorat Tindak Pidana Siber tertanggal 13 Oktober 2020. Dalam surat tersebut tertulis Syahganda ditangkap atas dugaan menyebarkan berita bohong atau hoaks melalui akun Twitter pribadinya.
Deklarator KAMI, Din Syamsuddin, menilai polisi telah menyalahgunakan UU ITE dalam penangkapan para kolega mereka. Din menuturkan, UU ITE dirancang sejak era SBY dalam rangka memantau transaksi keuangan secara elektronik yang berkaitan dengan money laundering atau pencucian uang dan korupsi.
"Namun pada rezim Jokowi disalahgunakan dengan penekanan media sosial," kata Din dalam webinar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Kamis, 12 November 2020.
DEWI NURITA