TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mencecar mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Lilik Mulyadi, terkait penerbitan surat penundaan eksekusi depo container milik PT KBN yang disewa oleh PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) milik Hiendra Soenjoto.
Hiendra merupakan salah satu tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara yang menyeret mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi.
Kepada Jaksa, Lilik menerbitkan surat itu karena alasan tak ingin menimbulkan masalah baru. Ia menjelaskan berdasarkan Pasal 50 atau 63 Undang-Undang Dasar 1945, eksekusi harus dilakukan dengan secara hati-hati dan manusiawi, dan berkeadilan.
"Ketimbang menimbulkan masalah baru, walaupun misalnya dalam ketentuan surat Mahkamah Agung harus ada uang jaminan, awalnya untuk cegah implikasi ya ditunda saja. Saya rasa hampir KPN (ketua pengadilan negeri) melakukan itu dan malah pernah saya baca PT KBN masih PK, kena hukuman disiplin," kata Lilik di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Jumat, 27 November 2020.
Dalam persidangan Jumat ini, Lilik berstatus sebagai saksi untuk tersangka Nurhadi. Sebelumnya dalam dakwaan, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono menerima suap dari Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT MIT agar keduanya membantu Hendra dalam mengurus perkara. Uang suap diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.
Perkara yang dimaksud adalah gugatan PT KBN terhadap PT MIT di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. PT KBN, selaku penggugat, meminta PN Jakarta Utara agar mengeksekusi lahan depo container yang disewa PT MIT di KBN Marunda Kavling C3-4,3 Kelurahan Marunda Jakarta Utara.
Akan tetapi, Hiendra malah meminta bantuan Rezky Herbiyono agar eksekusi itu ditunda. Upaya penundaan eksekusi itu pun berhasil. Lilik, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, menangguhkan sementara isi putusan MA sampai adanya putusan PK. Sekiranya, lebih dari setahun putusan eksekusi itu ditunda.
KPK sebelumnya mendakwa Nurhadi dan menantunya menerima suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara senilai lebih dari Rp 83 miliar. Rinciannya, suap sebesar Rp 45.726.955.000 diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto. Kemudian menerima gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Uang itu disebut diterima dari lima orang yang memiliki perkara di lingkungan Pengadilan, di tingkat pertama, banding, kasasi atau peninjauan kembali.
ANDITA RAHMA