Dia mengungkapkan orang tua siswa tidak harus khawatir karena meski sekolah sudah mulai tatap muka, sekolah tidak bisa memaksa anaknya untuk pergi ke sekolah.
"Orang tua bisa mengatakan 'Saya belum nyaman anak saya masuk ke sekolah' dan dia bisa melanjutkan pembelajaran jarak jauh. Jadi 'hybrid' model, PJJ bukan berarti berakhir," lata Nadiem.
Dia mengatakan sekolah-sekolah yang dibolehkan melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka bukan seperti sekolah biasa.
"Bedanya luar biasa dari sekolah biasa. Apa perbedaannya? Hanya boleh 50 persen dari kapasitas. Artinya, 18 anak per kelas maksimal, biasanya kan 36 anak, sekarang cuman 18 anak per kelas. Jadi secara otomatis sekolah harus melakukan rotasi, melakukan dua 'shift', minimal dua 'shift' untuk bisa mematuhi aturan," ungkap Nadiem.
Sejumlah kewajiban juga harus dipenuhi sekolah. "Masker wajib, tidak ada aktivitas selain sekolah, tidak ada kantin lagi, tidak ada ekskul lagi, tidak ada olahraga, tidak ada aktivitas di luar sekolah. Masuk kelas, pulang langsung. Ini bukan sekolah normal," kata dia.
Nadiem menilai dari evaluasi selama 2 bulan terhadap sekolah yang dibuka di zona hijau dan zona kuning, protokol kesehatan diterapkan dengan ketat. "Sekolah yang di zona hijau baru sekitar 75 persen yang melakukan tatap muka dan di zona kuning hanya sekitar 20-25 persen yang melakukan tatap muka. Jadi ini akan makan waktu untuk sekolah persiapkan protokolnya," ungkap Nadiem.
Bila ada siswa atau guru atau pegawai sekolah yang diketahui positif Covid-19, sekolah itu harus langsung ditutup.
ANTARA