TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, mengatakan bahwa Undang-Undang Pengadilan HAM memang bermasalah. Sebab, UU tersebut lahir tidak diharapkan negara. "Lahir dengan terpaksa. Lahir karena kondisi yang mengharuskan kita terpaksa membuat UU Nomor 26 Tahun 2000," kata Taufik dalam webinar, Senin, 23 November 2020.
Taufik berujar UU Pengadilan HAM lahir untuk menghalangi kasus Timor Timur dibawa ke pengadilan Internasional. Karena konteksnya menghindari proses pengadilan internasional, maka materi muatan pada UU Nomor 26 Tahun 2000 pun konteksnya kejahatan internasional.
Sehingga, kata anggota Komisi Hukum ini, yurisdiksi pengadilan HAM menurut UU Nomor 26 Tahun 2000 mengadopsi setengah dari yurisdiksi ICC (Mahkamah Pidana Internasional) soal pelanggaran HAM berat, yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Terkait adopsi terhadap yurisdiksi ICC ke UU Pengadilan HAM sebagai pengadilan nasional juga memiliki masalah. Salah satunya soal definisi dari terjemahan atas gross violations of human rights.
Menurut Taufik, definisi gross violations of human rights adalah pelanggaran berat hak asasi manusia. Sedangkan pada UU Pengadilan HAM disebut pelanggaran HAM berat. Akhirnya, kata dia, pandangan yang muncul seolah ada pelanggaran HAM yang ringan dan berat.
"Pelanggaran HAM ya pelanggaran HAM, yang membedakan mana yang menjadi yurisdiksi pengadilan HAM mana yang bukan," kata politikus yang akrab disapa Tobas ini.
Selanjutnya, karena UU Pengadilan HAM merujuk pada definisi ICC, maka nuansa yurisdiksi pengadilan HAM adalah internasional. Misalnya, kejahatan terhadap kemanusiaan untuk bisa masuk yurisdiksi pengadilan HAM, dalam Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 disebutkan bahwa perbuatan harus dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik, yang diketahuinya serangan ditujukan langsung pada masyarakat sipil.
"Kalau kita lihat bukan ditujukan langsung kepada penduduk sipil, tapi yang dimaksud attack directed against any civilian population. Jadi ditujukan, bukan serangan langsung," katanya. Berkaca pada persoalan tersebut, Taufik menilai hal ini lah yang akhirnya menyulitkan ketika membicarakan konteks kasus-kasus pelanggaran HAM yang ditangani Komnas HAM.
FRISKI RIANA