TEMPO.CO, Jakarta - Founder Generasi Melek Politik, Neildeva Despendya, mengungkapkan cara kandidat politik dalam kampanye untuk menyasar para generasi Z melalui aplikasi TikTok. "Di TikTok, anak-anak muda itu lebih cenderung terdapat soft selling advertising," kata Neildeva dalam webinar, Ahad, 22 November 2020.
Neildeva menjelaskan, ketika anak muda melihat kampanye yang pilih nomor 1 atau 2, mereka tidak akan memilih. Tetapi di TikTok, akun kandidat politik membuat konten. "Misalnya 3 cara menjadi suami idaman. Tapi talent-nya kandidat politik. Kalau di luar negeri sudah ada, kalau di Indonesia belum, cuma pasti akan diikuti," katanya.
Bahkan, Neildeva juga menemukan ada akun salah satu kandidat politik yang membuat konten memberikan reaksi salah satu pemain TikTok dan dikomentari banyak anak muda. Sayangnya, anak muda tersebut tidak tahu bahwa cara tersebut merupakan kampanye politik.
Menurut Neildeva, kampanye hitam di TikTong memang tidak terlalu banyak. Apalagi, tim kampanye sekarang sudah lebih kreatif membuat konten yang menyasar generasi Z. "Dan ini sudah dipersiapkan dari sekarang. Apalagi mau ada (pemilu) 2022, 2024. Jadi memang itu new normal buzzer lah," ujarnya.
Ia pun meminta penyelenggara pemilu mulai mengantisipasi hal tersebut. Pasalnya, akun TikTok tidak seperti Facebook yang harus menggunakan nama asli, tetapi bisa membuat nama palsu. Neildeva juga menyarankan agar KPU dan Bawaslu bekerja sama dengan masyarakat sipil untuk mengedukasi pasangan calon Pilkada 2020.
"Jadi kerja sama harus edukasi lagi ke paslon, tim, dan target grup seperti anak muda diedukasi bahwa kalian harus kritis bermedsos. Edukasi ke semua pihak, baik yang dipilih maupun pemilihnya," kata dia.
FRISKI RIANA