TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Syaiful Huda mendukung pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021. Meski begitu, ia mewanti-wanti agar pembukaan sekolah diiringi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
"Karena saat ini penularan wabah Covid-19 masih terus berlangsung. Bahkan menunjukkan tren peningkatan dalam minggu-minggu terakhir ini," kata Huda dalam keterangannya, Jumat, 21 November 2020.
Huda mengatakan pembukaan sekolah tatap muka memang menjadi kebutuhan terutama di daerah-daerah. Huda berujar, pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) tak bisa berjalan efektif karena minimnya sarana prasarana pendukung.
Seperti tidak adanya gawai untuk siswa dan akses internet yang tidak merata. Padahal di satu sisi, ujar dia, para siswa harus tetap mendapatkan materi pembelajaran.
“Di beberapa daerah siswa selama pandemi Covid-19 benar-benar tidak bisa belajar karena sekolah ditutup," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Huda menyinggung laporan terbaru Bank Dunia terkait dunia pendidikan Indonesia yang akan memunculkan ancaman loss learning atau kehilangan masa pembelajaran bagi sebagian peserta didik Indonesia. Ia pun menilai ancaman ini tak bisa dianggap remeh.
Menurut Huda, loss learning akan memunculkan efek domino hilangnya kompetensi sesuai usia mereka. Hal itu juga telah disinggung dalam laporan Unicef tentang dampak pandemi bagi anak di Indonesia beberapa waktu lalu.
Dia berujar, lebih parah lagi jika peserta didik kemudian harus putus sekolah karena tidak mempunyai biaya atau terpaksa harus membantu orang tua mereka. “Kami menerima laporan bahwa jumlah pekerja anak selama pandemik ini juga meningkat, karena mereka terpaksa harus membantu orang tua yang kesulitan ekonomi,” kata Huda.
Pembukaan sekolah dengan pola tatap muka, kata Huda, akan mengembalikan ekosistem pembelajaran bagi para peserta didik. Ia mengatakan kondisi tersebut membuat siswa seolah terlepas dari rutinitas dan kedisiplinan pembelajaran. Sebab hampir satu tahun ini sebagian peserta didik tidak merasakan hawa dan nuansa sekolah tatap muka.
Kendati demikian, Huda menegaskan pemerintah harus memastikan syarat-syarat pembukaan sekolah tatap muka terpenuhi. Di antaranya ketersediaan bilik disinfektan, sabun dan westafel untuk cuci tangan, hingga pola pembelajaran yang fleksibel. Penyelenggara sekolah juga harus memastikan physical distancing benar-benar diterapkan dengan mengatur letak duduk siswa dalam kelas.
“Waktu belajar juga harus fleksibel, misalnya siswa cukup datang sekolah dua hingga tiga kali seminggu dengan lama belajar tiga sampai empat jam saja,” kata dia.
Pemerintah, kata Huda, juga harus menyiapkan anggaran khusus untuk memastikan prasyarat-prasyarat protokol Kesehatan benar-benar tersedia di sekolah-sekolah. Sesuai laporan Bank Dunia, disebutkan jika 40 persen sekolah di Indonesia masih belum mempunyai toilet. Sedangkan 50 persen sekolah di Indonesia belum mempunyai wastafel dengan air mengalir yang diperlukan saat pandemi ini.
Huda juga meminta Kemendikbud dan pemerintah daerah intensif berkoordinasi terkait pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka ini. Koordinasi demi memastikan pola pembelajaran tatap muka dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat dan menghindari kemungkinan munculnya kluster baru penularan Covid-19 di sekolah.
Sesuai Surat Keputusan Bersama 4 menteri, pemerintah daerah melalui Satgas Covid-19, sekolah, dan orang tua siswa memegang peranan yang sama-sama penting ihwal pembelajaran tatap muka ini.
"Harus selalu berkoordinasi untuk mengambil keputusan secara cepat sesuai dinamika di lapangan termasuk segera menghentikan pembelajaran tatap muka di sekolah jika ada satu saja siswa atau guru yang reaktif Covid-19," kata Huda.