TEMPO.CO, Jakarta - Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengkritik langkah Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), yang mengembalikan Frans Napitu ke orang tuanya. Frans merupakan mahasiswa yang melaporkan dugaan korupsi rektor Unnes ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kampus hendak membungkam suara kritis mahasiswanya yang melaporkan dugaan korupsi Rektor ke KPK," kata KIKA dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 17 November 2020.
Keputusan FH Unnes itu tertuang dalam Surat Nomor: T/7658/UN37.1.8/KM/2020, tertanggal 16 November 2020. Dalam surat itu, Frans dikembalikan untuk mendapat pembinaan moral karakter.
KIKA menyatakan bahwa Frans sebagai insan akademik, berhak untuk mengekspresikan pemikiran kritisnya. Tak terkecuali proses hukum yang ditempuhnya dengan melaporkan dugaan korupsi rektor Unnes ke KPK sebagai instansi yang memiliki wewenang menangani.
Terlebih, pelaporan tersebut dikaitkan dengan bantuan bagi kampus di masa pandemi Covid-19. Hal ini dijamin dalam Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya PBB, atau CESCR General Comment nomor 13: The Right to Education (Art. 13) para 39-40).
"Berdasarkan hal ini, maka Frans, berikut semua pegiat BEM FH Unnes, berhak atas perlindungan hukum ketika menyampaikan ekspresi maupun pendapatnya, terlebih yang disuarakannya merupakan hal yang terkait dengan kepentingan publik, yakni pengungkapan kasus dugaan korupsi di institusinya," kata KIKA.
KIKA juga menyayangkan langkah Unnes yang menuding Frans sebagai simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan menjadikannya sebagai dasar menskors dirinya. Selain tanpa dasar, KIKA juga menilai Unnes tak berusaha membangun dialog dalam membahas tudingannya tersebut.
"Tanpa proses mendiskusikan dan mendialogkan sesungguhnya memperlihatkan karakter buntu komunikasi sekaligus nihil pencerdasan, karena iklim kebebasan akademik seharusnya memberi ruang untuk berbeda dan bertukar gagasan," kata mereka.
Atas dasar tersebut, KIKA pun mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengambil peran aktif segera menyelesaikan sengkarut kasus yang muncul ke publik tersebut, serta otoritas kampus untuk tidak tinggal diam menyikapi kasus tersebut. KIKA juga mendorong KPK secara serius mengusut laporan dugaan korupsi yang dilaporkan Frans.
"Khusus kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan KPK, harus mendayagunakan wewenangnya untuk memberikan perlindungan hukum atas upaya mahasiswa menegakkan integritas kampusnya," kata mereka.