TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo berpidato pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-11 ASEAN-PBB yang digelar secara virtual, dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Ahad 15 November 2020. Jokowi menyampaikan beberapa pandangan, antara lain agar Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengembalikan kepercayaan terhadap multilateralisme.
"Pertama, PBB harus mengembalikan kepercayaan terhadap multilateralisme. Kepercayaan akan tumbuh jika multilateralisme dapat memenuhi harapan masyarakat dunia khususnya dalam melawan pandemi," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan tahun ini merupakan tahun yang sangat krusial bagi PBB yang genap berusia 75 tahun. Untuk dapat menjawab berbagai tantangan global, menurut dia, PBB tidak punya pilihan lain kecuali melanjutkan agenda reformasi secara nyata.
Dalam jangka pendek, lanjut presiden, PBB harus berperan memenuhi akses terhadap obat-obatan dan vaksin bagi semua. Dalam jangka panjang, PBB dan ASEAN dapat berkolaborasi memastikan kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan pandemi baru di masa mendatang.
"Di kawasan Asia Tenggara, belajar dari pandemi ini, kita berusaha bangun sistem dan mekanisme kawasan seperti ASEAN Response Fund for Covid-19, ASEAN Regional Reserve of Medical Supplies, ASEAN Comprehensive Recovery Framework, ASEAN Framework on Public Health Emergencies, dan ASEAN Travel Corridor Arrangement Framework," jelasnya.
Baca Juga:
Jokowi menegaskan perbaikan pada sistem kesehatan nasional dan regional dapat menjadi fondasi yang kuat bagi perbaikan tatanan kesehatan global.
Kedua, Jokowi mendorong PBB untuk menjaga kemajemukan dan toleransi. Di tengah pandemi saat ini, presiden mengaku prihatin menyaksikan kembali intoleransi beragama dan kekerasan atas nama agama. "Kalau ini dibiarkan, maka akan mencabik harmoni dan menyuburkan radikalisme dan ekstremisme. Ini tidak boleh terjadi," ungkap Jokowi.
Menurut dia, saat ini dunia membutuhkan persatuan, persaudaraan dan kerja sama untuk mengatasi Covid-19 dan tantangan global lainnya. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia berpandangan bahwa kebebasan berekspresi tidak bersifat absolut. Nilai, lambang, dan sensitivitas agama harus selalu dihormati.
"Di saat yang sama, Indonesia mengutuk segala bentuk kekerasan dengan alasan apapun. Terorisme tidak ada kaitannya dengan agama. Terorisme adalah terorisme," Jokowi menegaskan.
Di penghujung pidatonya, Jokowi juga mengajak Sekretaris Jenderal PBB untuk menggerakkan dunia agar terus bekerja sama memperkuat toleransi, mencegah ujaran kebencian, dan menolak kekerasan atas alasan apapun. "Keberagaman, toleransi, dan solidaritas merupakan fondasi yang kokoh bagi dunia yang damai, aman, dan stabil," kata Jokowi.