TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab disambut dan dielu-elukan pendukungnya sekembali dari Mekah, Arab Saudi pada Selasa, 10 November lalu. Dalam beberapa hari belakangan, pengikut Rizieq membanjiri sejumlah kegiatan yang dihadiri mantan ketua umum FPI itu.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai ada tiga alasan yang membuat Rizieq diterima dan dielu-elukan. Pertama, Adi mengatakan Rizieq dianggap paling lantang mengkritik pemerintah saat ini.
"Rizieq dianggap paling berani mengambil sikap hitam putih terhadap pemerintah ketika oposisi lain sikap politiknya setengah hati, partai politik (oposisi) apalagi," kata Adi kepada Tempo, Sabtu, 14 November 2020.
Kedua, Adi menyebut para pendukung Rizieq memang orang-orang yang selama ini antipemerintah, ingin ganti presiden di Pemilihan Presiden 2019 lalu, serta mendukung Prabowo Subianto. Mereka, kata Adi, lantas kecewa lantaran Prabowo menjadi bagian dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Secara demografi, Adi mengatakan pendukung Rizieq berasal dari daerah-daerah yang memang basis pendukung Prabowo di Pilpres 2019. Seperti sebagian DKI Jakarta, Jawa Barat, hingga Banten.
Ia memprediksi Rizieq tak akan terlalu disambut meriah jika bertandang ke daerah lain, seperti Jawa Tengah yang merupakan kandang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau ke Jawa Timur yang merupakan basis Nahdlatul Ulama dan Partai Kebangkitan Bangsa.
"Ini ramai karena di wilayah-wilayah yang iman politiknya sama, antipemerintah dan ingin ganti presiden," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini.
Berikutnya, Adi mengatakan Rizieq juga populer di kalangan pendukungnya karena mengusung isu-isu agama, seperti isu kriminalisasi ulama dan isu bahwa pemerintah anti-umat Islam. Kelompok ini juga menganggap ada kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI), tetapi umat Islam digebuk.
"Itu narasi politik yang disampaikan Rizieq dan pengikutnya, dan sebagian masyarakat menerima saja tanpa melakukan verifikasi kuat," kata Adi.
Senada dengan Adi, pengamat politik Ujang Komarudin menyebut Rizieq menjadi simbol oposisi rakyat yang berani berhadap-hadapan dengan pemerintah. Rizieq, kata dia, dianggap sebagai tokoh yang terzalimi oleh pemerintah.
"Kesalahannya dicari-cari, kasus hukumnya diada-adakan, sehingga dia terusir ke luar negeri," kata Ujang secara terpisah.
Di saat yang sama, Ujang melanjutkan, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan DPR juga turun. Hal ini merupakan imbas dari pembahasan sejumlah undang-undang yang tak berpihak pada publik.
"Ketika DPR-nya mandul, tak ada oposisi yang kuat dan tak aspiratif, maka rakyat punya caranya sendiri yaitu bergabung bersama barisan HRS," kata Ujang.
Kendati begitu, menurut Adi Prayitno, program-program pemerintah akan tetap berjalan. Adi mengatakan bagaimana pun kelompok Rizieq adalah gerakan ekstraparlementer yang berperan sebagai kelompok penekan saja.
Di sisi lain, Adi juga masih mempertanyakan sejauh apa kelompok Rizieq Shihab akan terlibat pada isu-isu ekonomi dan politik. "Saya melihat kecenderungan mereka hanya menggaungkan isu-isu Islamisme, amar maruf nahi mungkar, revolusi akhlak, dan lainnya," kata Adi.
BUDIARTI UTAMI PUTRI