Dosen Fakultas Hukum Unair ini menjelaskan ada lima penanda kejahatan legislasi yang semuanya tampak dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja. Pertama, kekuatan ekonomi politik yang menguasai proses pembentukan hukum. Ini disebut dengan bourgeois law atau hukum para oligarki.
Kedua, proses yang rusuh dan ugal-ugalan atau cruelty process. Ketiga, substansinya manipulatif dan dibentuk serta diubah dengan cara-cara ilegal (forgery content). "Patut diduga beredarnya lima naskah UU Ciptaker pasca-pengesahan adalah bagian dari penanda ini," kata Herlambang.
Keempat, terbatasnya keterbukaan dan partisipasi publik (limited participation). Herlambang mengatakan hukum yang berkarakter dominan bagi kepentingan elite jelas akan menyingkirkan posisi warga dan abai terhadap proses demokratisasi.
"Kelima, menyingkirkan hak-hak warga dan menuangkannya dalam proses-proses formal prosedural atau legal violation of human rights," kata dia.
Herlambang menegaskan kesalahan pengetikan UU Cipta Kerja tak bisa langsung direvisi. Ia mengatakan Presiden Jokowi harus menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja terlebih dulu, baru mengundangkan kembali naskah yang benar.
Naskah yang diundangkan itu, imbuh dia, juga harus konsisten dengan naskah yang telah disahkan DPR dan pemerintah pada 5 Oktober. Perubahan setelah pengesahan disebutnya melanggar konstitusi. "Kita negara hukum, bukan negara revisi," ujar Herlambang.
Setidaknya ada dua kesalahan ketik dalam UU Cipta Kerja yang ditemukan setelah naskah diundangkan. Kesalahan pertama ada pada Pasal 6 yang merujuk Pasal 5 ayat (1), padahal Pasal 5 tak memuat satu pun ayat. Seharusnya Pasal 6 merujuk pada Pasal 4 ayat (1).
Kemudian ada salah ketik dalam Pasal 175 angka 6 yang mengubah Pasal 53 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 53 ini berisi 5 ayat yang mengatur syarat sah keputusan pemerintah. Ayat (5) salah merujuk ayat (3) ketika seharusnya merujuk ayat (4).
Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan akan melakukan koreksi. Mereka berkukuh perbaikan itu tak mengubah substansi sehingga tak masalah dilakukan.
BUDIARTI UTAMI PUTRI