TEMPO.CO, Jakarta - Seorang peserta aksi Save Komodo yang tergabung dalam Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (SP-NTT), Yarno Dano, sempat mengalami pengeroyokan dan pemukulan oleh aparat kepolisian. Insiden itu terjadi saat mereka menggelar aksi di depan gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, pada Rabu, 4 November 2020.
Koordinator Lapangan Serikat Pemuda NTT, Fersin Waku mengatakan kejadian itu bermula saat peserta aksi tak bisa menemui Menteri KLHK Siti Nurbaya atau bawahannya dengan alasan mereka tak berada di tempat. Menurut Fersin, massa yang marah dan menyesal akan membakar ban.
"Namun polisi menyita ban dan bensin, dari situlah kemudian awal mulanya mulai adu mulut, hingga berujung pemukulan dan pengeroyokan khususnya terhadap teman kami Yarno," kata Fersin ketika dihubungi, Kamis, 5 November 2020.
Fersin mengatakan Yarno adalah mahasiswa semester V Universitas Nasional yang juga tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Jakarta Selatan dan Serikat Pemuda NTT Jakarta. Yarno dikeroyok saat berada di mobil komando. Dari insiden tersebut, ia mengalami memar dan benjol di kepala, serta memar di punggung dan kaki.
Fersin menjelaskan, aksi Save Komodo menyerukan penolakan terhadap pembangunan Jurrasic Park di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Aksi dimulai pukul 13.00 WIB dan selesai sekitar pukul 17.00 WIB.
"Kami bukan hanya tolak Jurassic Park tetapi juga tolak pembangunan sarana prasarana di kawasan TNK," ujar Fersin.
Fersin mengatakan kebijakan pariwisata premium Taman Nasional Komodo adalah upaya privatisasi aset publik yang sangat berbahaya bagi keberlangsungan ekosistem dan memperparah ketidakadilan sosial. Ia menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang mengutak-atik aturan dan zonasi demi investasi wisata premium di TNK.
Fersin berujar, penerapan wisata eksklusif untuk Pulau Komodo berpotensi mematikan rantai ekonomi bagi para pelaku wisata skala kecil dan komunitas. Sedangkan bagi sebagian besar warga yang bekerja sebagai nelayan, kawasan TNK penting sebagai area tangkapan ikan.
Bukan cuma itu, Fersin menyebut investasi pariwisata yang masif di kawasan konservasi juga bakal mengancam habitat alami satwa dan vegetasi setempat. "Jadi semua kebijakan pembangunan sarpras di kawasan Taman Nasional Komodo sangat kontradiktif," ujar dia.