INFO NASIONAL-- Tempo Media Group akan menggelar Dialog Nasional secara virtual dengan tema “Pengembangan OMAI untuk Kemandirian Obat Nasional” Lewat talkshow online ini, Tempo akan menghadirkan narasumber kompeten di bidangnya untuk memberikan informasi sekaligus edukasi kepada pembaca setia.
Dialog yang berlangsung pada Jumat, 6 November 2020 pukul 13.30 – 15.30 WI bisa diikuti secara langsung pada channel Facebook Tempo Media dan YouTube Tempodotco. Untuk Anda yang berminat bisa melakukan pendaftaran Webinar Zoom di http://bit.ly/DialogIndustriOmai dan dapatkan E-Certificate!.
Ada pun narasumber yang turut berpartisipasi dalam Dialog Nasional ini antara lain: Menteri Riset dan Teknologi RI Bambang Brodjonegoro , Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian RI Muhammad Khayam dan Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Engko Sosialine Magdalene.
Berikutnya Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI Reri Indriani, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melkiades Laka Lena, Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond R. Tjandrawinata, dan dr. Hardhi Pranata, Sp.S., MARS (Pendiri PDHMI).
Di Indonesia, penggunaan obat yang berasal dari tumbuhan bukan hal yang tak lazim. Sebagian masyarakat pun mengonsumsi obat herbal. Ini tidak mengherankan karena Indonesia memiliki biodiversitas alam yang kaya, kedua di dunia setelah Brazil.
Baca Juga:
Saat ini, BPOM mengklasifikasikan produk dari tanaman obat menjadi tiga kategori, yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Jamu merupakan obat tradisional yang menggunakan bahan-bahan dari alam dan telah digunakan turun temurun. Sementara itu, OHT adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.
Sedangkan Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.
Untuk membedakan klasifikasi antara obat tradisional seperti jamu dan obat “modern”, Menristek, Menteri Kesehatan, dan Menteri Perindustrian sepakat menggunakan istilah Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) untuk menyebut obat dari bahan alam yang sudah distudi secara saintifik baik dalam bentuk OHT maupun Fitofarmaka.
BPOM juga sudah menerbitkan buku Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI). Di level asosiasi profesi kedokteran, OMAI direkomendasikan oleh PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, dan IDAI.
Kehadiran OMAI dapat memberikan banyak manfaat, yakni efek sampingnya lebih kecil dibanding obat kimia, bahannya relatif mudah ditemukan di negeri sendiri, serta dapat menjadikan Indonesia lebih mandiri dalam memproduksi obat. Sayangnya, OMAI belum dapat dijadikan obat rujukan di JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) karena belum tertuang di Permenkes No 54 Tahun 2018. Selama ini, OMAI hanya dijadikan pelengkap obat kimia.
Padahal, pemanfaatan OMAI sejalan dengan Instruksi Presiden No.6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Obat dan Alat Kesehatan. Salah satu misi dari Inpres tersebut adalah mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri.
Permenkes 54/2018 menyebabkan OMAI tidak bisa diusulkan masuk Formularium Nasional. OMAI yang terbuat dari bahan alam masuk dalam kategori obat tradisional menurut UU Kesehatan No 36 Tahun 2009. Sedangkan dalam Permenkes 54/2018, obat tradisional dan suplemen kesehatan tidak bisa diusulkan masuk Formularium Nasional.(*)