TEMPO.CO, Jakarta -
Aliansi Akademisi Tolak Omnibus Law mendukung masyarakat melakukan demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.
Mereka menyatakan demo adalah hak warga negara untuk menyatakan pendapat yang dijamin oleh konstitusi.
“Demonstrasi bukanlah cara jalanan yang illegal dan tidak beradab dalam mengemukakan pendapat,” kata perwakilan aliansi Abdil Mughis Mudhoffir lewat keterangan tertulis, Selasa, 20 Oktober 2020.
Baca juga : Demo Omnibus Law, TNI Kawal Pulang Sisa Massa
Mughis mengatakan demonstrasi adalah mekanisme yang sah untuk menyatakan pikiran mengkritik negara yang tidak adil dan sewenang-wenang. Terlebih, kata dia, jalur legal formal yang tersedia sudah tersumbat oleh kekuatan antidemokrasi.
“Oleh karena itu, Aliansi Akademisi Tolak Omnibus Law menyatakan mogok nasional sebagai dukungan terhadap aksi demonstrasi berbagai elemen masyarakat. Mogok Nasional adalah penolakan akademisi terhadap upaya memaksakan UU Cipta Kerja oleh negara,” ujar Mughis.
Dosen Universitas Negeri Jakarta ini mengatakan demonstrasi yang konstitusional berpegang pada prinsip antikekerasan dan menghindari provokasi dari pihak manapun untuk melemahkan Gerakan. Dia bilang pihak yang melabel demonstrasi dengan kerusuhan berarti berupaya menghambat demokrasi dan menyampaikan pendapat.
“Demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja patut didukung oleh seluruh masyarakat akademik yang berkomitmen pada tegaknya kebenaran karena sebagai pertanggungjawaban moral akademisi yang mencintai masa depan Indonesia,” kata dia.
Dia mengatakan berdasarkan kajian akademisi lintas disiplin ilmu dan kampus, UU Cipta Kerja mengandung cacat formil dan materil. UU itu, kata dia, mengancam hak asasi manusia, dan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan negara. Prosedur dan materi UU Cipta Kerja, menurut para akademisi, telah mempermainkan logika hukum dan memanipulasi prosedur demokrasi. “Adalah kejahatan legislasi yang nyata dan berbahaya bagi kelangsungan negara hukum dan demokrasi,” ujar dia.