TEMPO.CO, Jakarta - Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, mengatakan kekuasaan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terlalu kuat.
Pemerintah dan DPR, kata Arif, telah bersekongkol sehingga dengan mudah mengegolkan sejumlah agenda tanpa hambatan politik berarti. Mulai dari revisi Undang-undang atau UU KPK, UU MK, UU Minerba, hingga yang teranyar Omnibus Law UU Cipta Kerja. Hal ini, kata dia, mengancam keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
"Dalam 20 terakhir, kita belum pernah mendapati ancaman demokrasi yang lebih besar dari hari ini," ujar Arif dalam sebuah diskusi daring, Selasa, 20 Oktober 2020.
Ia mengatakan kekuatan sipil menjadi sangat lemah dan tidak berdaya melawan kekuatan pemerintah. Ditambah lagi, ancaman-ancaman intimidasi terhadap suara kritis yang berdiri di pihak oposisi.
Ancaman demokrasi itu, kata Arif, justru bukan berasal dari kekuatan militer seperti pada era Soeharto. "Tapi, ancaman itu berasal dari pertalian kekuatan parpol, pengusaha, dan elit politik, kepentingan oligarki yang dicantolkan menjadi kepentingan negara," ujar Arif.
Yang paling memprihatinkan, kata Arif, kalangan oligarki ini tidak sekadar mempengaruhi keputusan, tapi mereka adalah para pengambil keputusan itu sendiri. "Para oligarki ini menjadi bagian DPR dan Pemerintah dan mengambil alih mekanisme," ujar Arif.