TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat diduga kuat mengubah-ubah naskah omnibus law Undang-undang Cipta Kerja setelah pengesahan. Hal ini ditengarai terjadi saat DPR mengklaim melakukan perbaikan tata bahasa dan salah ketik (typo) setelah rapat paripurna 5 Oktober lalu.
"Saya jamin sesuai dengan sumpah jabatan saya, kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal," kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam konferensi pers Selasa, 13 Oktober 2020.
Nyatanya, perubahan substansi tetap terjadi dalam omnibus law itu. Seperti dikutip dalam Majalah Tempo edisi 17 Oktober 2020, perubahan paling mencolok terjadi pada klaster perpajakan. Pada naskah 905 halaman yang beredar 5 Oktober, di antara Bab VI dan Bab VII terdapat tambahan Bab VIA soal kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi.
Bab ini sempat hilang dalam draf 1.035 halaman yang beredar pada Senin, 12 Oktober pagi. Dua naskah itu dikonfirmasi sebagai naskah asli oleh Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar. Pada naskah 812 halaman yang dikirim ke Presiden Joko Widodo, bab itu kembali muncul.
Namun, ada perbedaan pada pasal 156A di draf 812 halaman dengan yang tertulis dalam versi 905 halaman. Pada naskah 905 halaman, ayat itu menyebutkan pemerintah dapat melakukan intervensi terhadap kebijakan pajak dan retribusi yang ditetapkan pemerintah daerah. Sedangkan versi 812 halaman kata 'intervensi' berubah menjadi 'penyesuaian'.
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo mengatakan pasal ini bukan pasal selundupan. Ia mengaku sudah mengajukan secara resmi usulan klaster perpajakan di dalam UU Cipta Kerja.
Firman mengirimkan sebuah video rapat Baleg saat dia menyampaikan usulan tersebut. Dalam video itu, Ketua Baleg Supratman Andi Agtas meminta persetujuan pemerintah untuk memasukkan usulan itu. Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian, Ellen Setiadi, menyetujui usulan Fraksi Golkar tersebut.
Anggota Badan Legislasi dari Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, mengatakan klaster perpajakan baru muncul di Baleg pada 22 September. Sedangkan anggota dari Fraksi Demokrat, Benny Kabur Harman berkukuh pasal ini hanya sempat diusulkan, tapi tak pernah dibahas dalam rapat. Bagaimana cerita di balik munculnya klaster perpajakan? baca selengkapnya di Majalah Tempo: Pasal Klandestin dari Gedung Nusantara.