TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan penyusunan Undang-Undang atau UU Cipta Kerja mengingatkannya pada polemik yang terjadi saat DPR dan pemerintah melakuka revisi UU KPK. Dia mengatakan polemik mengenai proses pembahasan kedua UU itu mirip.
“Yang kami alami mirip-mirip dengan kejadian Omnibus (UU Ciptaker) kemarin ya,” kata Agus dalam diskusi daring Indonesia Corruption Watch bertema Refleksi Satu Tahun UU KPK Baru, Sabtu, 17 Oktober 2020.
Agus mengingat saat revisi UU KPK, pimpinan lembaga antirasuah sama sekali tak bisa menemui Presiden Joko Widodo untuk membahas masalah itu. Pimpinan KPK juga tak bisa menemui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
“Biasanya kalau ada masalah kami mau konsultasi dengan Pak Jokowi itu relatif mudah, tapi dalam penyusunan UU KPK itu sama sekali tidak ada kesempatan,” ujar Agus.
Walhasil, kata Agus, selama 13 hari pembahasan di DPR, pimpinan KPK sama sekali tidak mengetahui apa isi rancangan UU baru itu. Agus mengatakan kemudian berupaya untuk bertemu dengan Yasonna. Yasonna akhirnya bisa ditemui, namun pimpinan KPK tetap tak mendapatkan draf revisi hingga akhirnya disahkan.
“Sampai hari terakhir kami tidak tahu isinya, sama seperti hari ini juga, saat sudah disahkan berhari-hari kami tidak tahu versi resmi itu yang mana,” kata dia.
Karena itu, Agus menengarai revisi UU KPK sebenarnya masih satu paket dengan revisi UU kontroversial lainnya yang berpuncak pada pembuatan UU Cipta Kerja. Dia mencontohkan pengesahan UU Mineral dan Batu Bara. Menurut Agus, KPK di masa kepemimpinannya pernah menegur Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai perpanjangan izin pengelolaan tambang untuk salah satu perusahaan besar. Kepentingan perusahaan itu, kata dia, kini diakomodasi dalam UU Minerba yang baru. “Saya kok kalau melihat ini kelihatannya satu paket, UU KPK termasuk UU Omnibus Law ini,” kata dia.