TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu, menilai tidak ada upaya dari pemerintah dan DPR untuk menyediakan informasi soal UU Cipta Kerja yang akurat kepada masyarakat.
"Data akurasi itu penting sesuai UU Keterbukaan Informasi. Kami melihat itu belum ada. Terbukti ada 5 versi (naskah UU Cipta Kerja)," kata Yohan dalam diskusi Perspektif Indonesia, Sabtu, 17 Oktober 2020.
Yohan mengatakan, DPR sebagai badan publik terikat dengan UU Keterbukaan Informasi, yaitu wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Munculnya 5 versi UU Cipta Kerja, kata Yohan, bukan sekedar halaman yang berbeda.
"Tapi substansi berbeda di beberapa pasal. Terutama terkait ketenagakerjaan," ujarnya.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas, Yohan menjelaskan bahwa publik tidak banyak tahu soal RUU Cipta Kerja, ketika pemerintah menyerahkan naskah RUU ke DPR pada 12 Februari lalu.
"Ketika ditanya apa mereka yakin bermanfaat, publik terbelah karena informasi terkait RUU Cipta Kerja masih minim. Yang muncul perdebatan-perdebatan," kata dia.