TEMPO.CO, Jakarta - Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin ditolak polisi saat hendak menengok sejumlah rekannya yang ditahan di Bareskrim Polri.
Keduanya tiba sejak sekitar pukul 12.00 WIB. Namun, setelah satu jam berlalu, keduanya menyatakan permohonan izin mereka ditolak.
"Ya gini, kami kan bertamu meminta izin untuk menengok. Kami menunggu sampai ada jawaban. Ya terima kasih, engga ada masalah," ujar Gatot pada Kamis, 15 Oktober 2020.
Namun, Gatot tak mengetahui alasan polisi melarangnya menjenguk para petinggi KAMI. "Engga tahu, ya pokoknya engga dapat izin, ya enggak masalah," kata dia.
Sebelumnya, kepolisian menahan delapan orang dari KAMI di tempat dan waktu yang berbeda. Kepolisian beralasan penangkapan dilakukan lantaran melanggar Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan.
Dalam kasus ini, pihak KAMI dituding merencanakan untuk menghasut dan menyebarkan ujaran kebencian berdasar SARA melalui percakapan grup di WhatsApp. Hasutan tersebut kemudian diduga menjadi pemicu terjadinya aksi anarkis saat unjuk rasa UU Cipta Kerja berlangsung.
"Patut diduga mereka-mereka itu memberikan informasi yang menyesatkan. Kalau rekan-rekan membaca WhatsApp-nya ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarki," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono.
Awi pun menyebut bahwa dari percakapan tersebut, tergambar jelas rencana yang ingin membawa aksi unjuk rasa UU Cipta Kerja berakhir ricuh.
"Mereka memang direncanakan sedemikian rupa untuk membawa ini membawa itu, melakukan pengerusakan itu ada jelas semua terpapar jelas," kata Awi.