TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Indonesia dari Human Rights Watch, Andreas Harsono, meminta agar pemerintah merevisi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja agar memenuhi standar hak asasi manusia internasional.
Ia mengatakan omnibus law yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat, membatasi hak dasar buruh dan melucuti perlindungan lingkungan. Termasuk mengancam akses masyarakat adat atas tanah dan hutan tropis yang terus berkurang.
"Menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi adalah tujuan penting, tapi semua itu seharusnya tidak mengorbankan hak-hak dasar ketenagakerjaan dan hak-hak masyarakat adat," kata Andreas dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 15 Oktober 2020.
Andreas mengatakan undang-undang baru ini secara mendasar mengurangi perlindungan bagi buruh berdasarkan UU Ketenagakerjaan. Aturan ini mencakup upah minimum, pesangon, cuti, tunjangan melahirkan, kesehatan, perawatan anak, serta menghapus perlindungan hukum dalam kontrak kerja waktu tak tertentu.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga, kata dia, melemahkan berbagai hukum lingkungan dan perlindungan hukum bagi kelompok-kelompok adat, meningkatkan kekhawatiran tentang perampasan lahan.
Ia memandang undang-undang setebal hampir seribu halaman ini sebagian besar dirancang oleh komunitas bisnis dengan konsultasi minim dari serikat buruh dan kelompok-kelompok lain yang terdampak.
"Pemerintah Indonesia seyogianya meninjau undang-undang yang disahkan dengan terburu-buru ini, menggelar dengar pendapat yang layak, dan revisi semua pasal yang melanggar hak asasi manusia," kata Andreas.