TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Inspektur Jenderal atau Irjen Napoleon Bonaparte, Haposan Batubara, menceritakan kronologi penahanan kliennya. Ia mengatakan bahwa sedari awal kepolisian hanya melayangkan surat pemanggilan.
Surat tersebut bernomor S.pgl./521/x/2020/Tipikor tertanggal 12 Oktober 2020. Dalam surat itu, tertulis bahwa Napoleon diminta datang ke Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta Selatan, pada 14 Oktobero 2020, untuk kepentingan penyidikan.
"Jadi kami bertiga, bersama Pak Napoleon dan Pak Santrawan, ke Bareskrim. Kami ke lantai enam, ngobrol dengan penyidik, kemudian sekitar hampir jam 11.30 WIB, Pak Napoleon dipanggil ke ruang pemeriksaan," ujar Haposan.
Lantaran masih dalam masa pandemi Covid-19, penyidik pun melakukan swab test terlebih dulu terhadap Napoleon. Namun, setelah swab, penyidik langsung mengeluarkan surat perintah penangkapan dan menahan Napoleon. "Padahal niatnya setelah pelimpahan, kami mau melaporkan Tommy Sumardi," kata Haposan.
Meski penangkapan itu dikatakan mendadak, tetapi diakui Haposan, kliennya tersebut tetap bersikap kooperatif. Ia bahkan menyebut jika Napoleon tetap tersenyum.
Namun, Haposan menyayangkan penangkapan tersebut. Ia merasa kepolisian tak harus menahan Napoleon lantaran kliennya benar. "Kami protes ditahan karena dalam rangka apa. Kan tidak ada yang salah dari Pak Napoleon seperti yang disangkakan," kata Haposan.
Sebelumnya, Bareskrim menahan tersangka kasus dugaan suap penghapusan red notice, yakni Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi, pada 14 Oktober 2020.