TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian RI menuding beberapa anggota dan pengurus Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) telah merencanakan untuk menghasut dan menyebarkan ujaran kebencian berdasar SARA melalui percakapan grup di WhatsApp.
Polisi menduga informasi ini kemudian menjadi pemicu terjadinya aksi anarkis saat unjuk rasa omnibus law UU Cipta Kerja berlangsung pada Kamis, 8 Oktober 2020.
"Patut diduga mereka-mereka itu memberikan informasi yang menyesatkan. Kalau rekan-rekan membaca WhatsApp-nya ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarki," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono saat dikonfirmasi pada Selasa, 13 Oktober 2020.
Awi pun menyebut bahwa dari percakapan tersebut, tergambar jelas rencana yang ingin membawa aksi unjuk rasa UU Cipta Kerja berakhir ricuh.
Hanya saja, Awi enggan menjelaskan lebih detail. Ia mengatakan saat ini penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap delapan orang pengurus dan simpatisan KAMI yang ditangkap. "Nanti biar penyidik yang sampaikan itu," kata Awi.
Kepolisian RI menangkap delapan orang dari KAMI di tempat dan waktu yang berbeda. Awi merinci, polisi menangkap empat orang di Medan, dan disanya di Jakarta.
Dari delapan orang, lima diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Namun, seluruhnya terancam dipidana penjara lebih dari lima tahun.
"Mereka disangkakan melanggar setiap orang tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan SARA atau penghasutan sesuai Pasal 45A ayat 2 UU ITE atau Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan," ucap Awi.