TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Ahmad Yani menampik tudingan bahwa organisasinya menunggangi aksi unjuk rasa besar menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang berakhir ricuh pada Kamis pekan lalu. Ia mengklaim KAMI tidak menyukai anarkisme.
"Kami juga tidak setuju gerakan anarki, kami setuju gerakan demonya," ucap dia, Selasa 13 Oktober 2020.
Sejumlah pengurus KAMI yaitu Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana ditangkap polisi. Siang ini, perwakilan KAMI bakal mendatangi Mabes Polri. "KAMI sudah siapkan bantuan hukum. Ada sekitar puluhan lawyer yang akan mendamping," katanya.
Yani menjelaskan polisi menangkap Syahganda atas dugaan pelanggaran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun ia belum tahu di mana letak kesalahan koleganya itu.
"Kalau Twitter Syahganda saya lihat hal-hal yang umum saja, tidak ada hal yang melanggar hukum. Kami belum tahu persis," tuturnya.
Kepolisian RI menangkap petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat dan deklarator KAMI Anton Permana.
"Iya, untuk Anton kemarin (12/10). Kalau Jumhur, tadi pagi (13/10) ditangkap," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono.
Selain itu, polisi juga menangkap anggota Komite Eksekutif KAMI Syahganda Nainggolan dan Ketua KAMI Medan Khairi Amri. Namun, Awi tak menjelaskan secara detail ihwal penangkapan tersebut. Begitu pun dengan alasan penangkapan terhadap keempatnya.
Berdasarkan surat penangkapan bernomor SP/Kap/165/X/2020/ Direktorat Tindak Pidana Siber tertanggal 13 Oktober 2020. Dalam surat tersebut tertulis bahwa Syahganda ditangkap setelah diduga menyebarkan berita bohong atau hoaks melalui akun Twitter pribadinya.
"Diduga keras telah melakukan tindak pidana menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," demikian pernyataan dalam surat perintah penangkapan tersebut.
Namun, belum diketahui secara pasti apakah cuitan Syahganda terkait dengan penolakan UU Cipta Kerja atau isu lainnya.