TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyarankan pemerintah menghapus program subsidi gas elpiji 3 kilogram. KPK meminta program itu diubah menjadi bantuan langsung tunai kepada masyarakat.
"Pemerintah mengubah kebijakan dari subsidi harga komoditas ke Pertamina menjadi bantuan langsung dalam bentuk cash transfer dengan utilisasi Basis Data Terpadu atau sekarang dikenal dengan DTKS yang memiliki NIK sebagai target penerima subsidi energi," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati lewat keterangan tertulis, Kamis, 8 Oktober 2020.
Ipi mengatakan kajian KPK menemukan bahwa program subsidi gas elpiji terbukti tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Menurut kajian, duit yang digelontorkan untuk subsidi gas melon justru lebih besar ketimbang subsidi minyak tanah.
Sebagaimana diketahui, program subsidi gas elpiji dilakukan untuk mendorong masyarakat mengkonversi penggunaan minyak tanah ke gas. "Upaya pemerintah untuk konversi penggunaan minyak tanah menjadi LPG bersubsidi terbukti tidak efektif," kata Ipi.
Selain itu, KPK menyatakan bahwa program ini salah sasaran karena tidak ada kriteria yang spesifik mengenai masyarakat miskin dan usaha kecil yang berhak mendapatkan program ini. KPK menemukan bahwa usulan daerah mengenai kuota gas tidak didasarkan pada data calon penerima yang valid. "Usulan dari daerah selalu meningkat, padahal data BPS menunjukan penurunan jumlah penduduk miskin di provinsi tersebut," kata dia.
KPK meminta pemerintah mengganti model subsidi itu dengan mengubah Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2019 tentang perluasan penggunaan LPG bersubsidi. KPK meminta program subsidi itu sebaiknya dilakukan dengan cara diberikan langsung ke masyarakat melalui bantuan langsung tunai. Pengubahan program itu, kata KPK, harus disertai dengan perbaikan basis data penerima.