TEMPO.CO, Jakarta - Associate Partner Media Kernels Indonesia Tomi Satryatomo mengatakan ada sejumlah akun media sosial atau influencer yang terafiliasi dengan kepolisian menggiring opini masyarakat mendukung Pilkada 2020 tetap berlangsung. Hal itu merupakan hasil pantauannya di big data sejak 25 Agustus hingga 25 September 2020 dengan menggunakan keyword “pilkada”.
Media Kernels juga melakukan voting di media sosial Twitter terkait apakah pemerintah harus menunda pilkada atau tidak. Hasilnya, 32 persen netizen meminta penundaan Pilkada. Sedangkan, 55 persen ingin jalan terus dengan protokol kesehatan.
“Ini dikarenakan adanya intervensi dari akun-akun influencer yang berasosiasi dengan kepolisian," kata Tomi dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 Oktober 2020. Beberapa akun ini adalah @1trenggalek, @sampanghumas, @ditsamaptapmj, @GroboganPolres, dan @HumasPolres_BJN,”
Ia pun mempertanyakan keterlibatan influencer yang terafiliasi dengan aparat kepolisian dalam survei tersebut. Jika aparatur pemerintah diduga terlibat dalam usaha menggiring opini masyarakat agar mendukung Pilkada 2020 secara langsung, ia memprediksi akan terjadi krisis kepercayaan terhadap pesta demokrasi di tengah pandemi itu.
“Saya menyarankan, mengingat tidak ada tanda-tanda pilkada diundur, perlu adanya kepastian penegakan sangki bagi pelanggar protokol kesehatan, aturan yang jelas, dan menimbangkan e-voting,” kata dia.
Sebelumnya, banyak pihak yang meminta agar Pilkada 2020 secara langsung diundur. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan Pilkada perlu ditunda karena angka orang terinfeksi per hari terus mengalami kenaikan.
"Melanjutkan tahapan pilkada dengan resiko besar, atau menunda sampai adanya pengendalian wabah yang terukur dan rasional," kata dia.