TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan pertentangan yang dimunculkan antara anti komunis melawan komunis tak boleh dibiarkan. Apalagi, ujar dia, di dalam situasi saat ini dimana kehidupan politik Indonesia dianggap kualitasnya menurun sangat tajam akibat pertentangan semacam itu.
“Bukan hanya di tingkat nasional, tapi juga di tingkat Pilkada,” tuturnya dalam webinar pada Selasa, 29 September 2020.
Bagi Usman apa yang harus dibongkar adalah relasi-relasi kepentingan ekonomi dari segelintir orang yang mengambil keuntungan finansial maupun material dibalik adu domba isu PKI di antara masyarakat. Dia mengharapkan agar tidak ada lagi perpecahan dan pertumpahan darah hanya karena konflik-konflik yang dibalut pertentangan ide.
Terkait peristiwa Gerakan 30 September 1965, dia berpendapat setidaknya ada delapan versi tentang apa yang terjadi dalam peristiwa tersebut. Setiap versi itu berusaha untuk menemukan sejarah yang paling mendekati kebenaran dan belum juga berakhir.
Dalam hal ini, dia merasa bertanggung jawab untuk mempertimbangkan hak asasi manusia. “Jadi orang-orang yang menjadi korban hak asasi manusia menjadi dasar saya berpijak untuk melihat peristiwa ini,” terang Usman.
Karena itu, dia menilai, proses penyalahan secara kolektif terhadap siapapun sebagai komunis pasca peristiwa G30S/PKI itu keliru sehingga perlu ditimbang secara hati-hati.
“Kalau mau bicara ke depan, jauh lebih baik untuk menata sistem ekonomi kita sesuai sistem keadilan sosial melalui pengelolaan SDA yang lebih baik,” kata Usman.
MUHAMMAD BAQIR