TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka menilai pernyataan Bareskrim Polri yang menyebut kliennya telah mengaku menerima suap dari Djoko Tjandra bertolak belakang dengan yang terjadi dalam proses penyidikan.
Sebab, menurut tim kuasa hukum Napoleon, kliennya itu tak pernah mengaku menerima uang suap dalam bentuk apapun dari Djoko Tjandra.
“Tidak pernah Napoleon bilang dalam pemeriksaan itu terima uang. Itu kan bertolak belakang antara proses sidik dengan pemberitahuan yang diberitahukan kepada khalayak,” ujar pengacara Napoleon, Gunawan Raka usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 28 September 2020.
Dalam permohonannya, tim pengacara Napoleon juga menyebut bahwa pernyataan Polri terkait status tersangka dan pengakuan Napoleon merupakan tindakan yang tendensius dan melanggar asas praduga tak bersalah. Penetapan Napoleon sebagai tersangka dalam kasus penghapusan red notice terpidana korupsi hak tagih Bank Bali itu dinilai cacat hukum dan tidak didasari barang bukti yang kuat.
“Tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon melalui keterangan pers Brigjen Awi Setiyono Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri kepada media massa secara terbuka dan tendensius pada tanggal 27 Agustus 2020 dengan menyatakan bahwa para tersangka termasuk Pemohon telah mengaku menerima suap sejumlah uang dari Djoko S. Tjandra terkait penghapusan red notice-nya merupakan tindakan yang melanggar asas presumption of innocence,” ujar pengacara Irjen Napoleon, Indri Wulandari saat membacakan permohonan.
Napoleon Bonaparte bersama Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, Tommy Sumardi, dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dalam perkara itu, Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo sebagai penerima suap. Mereka berdua diduga menerima uang suap sebesar US$ 20 ribu yang diberikan Djoko Tjandra melalui Tommy.
Namun, Indri mengatakan di kepada hakim bahwa uang suap sejumlah US$ 20 ribu yang disita sebagai alat bukti atas nama Napoleon sebenarnya adalah uang yang disita dari tersangka lain dan tidak pernah dikonfirmasi ataupun diperlihatkan kepada Napoleon.
“Padahal uang sejumlah tersebut sebenarnya adalah uang yang disita dari tersangka lain dan tidak pernah dikonfirmasikan, apalagi diperlihatkan oleh Termohon kepada Pemohon,” ujar Indri membacakan permohonan.
Pengacara Napoleon kemudian memohon agar hakim menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan yang ditujukan kepada Napoleon cacat hukum, sekaligus meminta agar hakim memerintahkan Bareskrim Polri menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara atas nama kliennya itu.
ACHMAD HAMUDI ASSEGAF