TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo, mengatakan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja telah selesai dibahas seluruhnya pada Ahad malam kemarin. "Alhamdulillah sudah. Tadi malam Panja sudah menyepakati secara aklamasi terhadap draft RUU-nya klaster tenaga kerja," katanya saat dihubungi, Senin, 28 September 2020.
Firman menuturkan pembahasan klaster ketenagakerjaan ini selesai setelah melewati lobi-lobi yang alot antara DPR dan pemerintah, khususnya aturan mengenai pesangon. Pemerintah dan DPR akhirnya sepakat jika pesangon kembali seperti semula, yaitu dengan jumlah 32 gaji. Rinciannya 23 gaji dibebankan ke perusahaan dan 9 menjadi beban pemerintah melalui BPJS.
"Tuntutan awalnya kan pekerja minta pesangon seperti itu. Tapi, kan pemerintah awalnya ketika itu masih pegang pada posisi angka 30 (gaji), dari pengusaha 22 dan dari pemerintah 8," ujar politikus Partai Golkar itu.
Selain itu, kata Firman, DPR dan pemerintah sepakat jika upah minimum kabupaten/kota (UMK) tetap ada dengan syarat-syarat tertentu. Contohnya, kenaikan gaji harus memperhitungkan tingkat inflasi di daerah tersebut.
"Karena situasi kondisi di daerah kan gak sama. Harus dilihat dari sisi inflasi, sisi pertumbuhan, dan ini menjadi ukuran," tuturnya.
Selanjutnya, kata Firman, Baleg akan menggelar rapat pleno sebelum membawanya ke Sidang Paripurna DPR untuk mengesahkan RUU omnibus law ini. "Kalau besok sudah selesai semua (pembahasan RUU Cipta Kerja), ya diagendakan pada masa sidang terakhir," ujarnya.
Firman optimistis RUU Cipta Kerja bisa disahkan sebelum masa sidang kali ini selesai pada 10 Oktober 2020. "Insya Allah, kan, ini sangat dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum kepada semua pihak karena situasi ekonomi akibat pandemi mengalami kemerosotan sehingga perlu adanya relaksasi, regulasi penyederhanaan berbagai perizinan," tuturnya.
AHMAD FAIZ