TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menilai banyaknya koruptor yang dikurangi hukumannya oleh Mahkamah Agung adalah imbas pensiunnya Hakim Agung Artidjo Alkostar. ICW mengatakan para terpidana korupsi memanfaatkan pensiunnya Artidjo untuk mendapatkan pengurangan hukuman.
“Kepergian Artidjo dari MA langsung dimanfaatkan para koruptor untuk mendapatkan pengurangan hukuman di tingkat PK,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Senin, 21 September 2020.
Kurnia mengatakan semasa menjadi hakim agung, Artidjo kerap memperberat hukuman terdakwa korupsi. Menurut catatan ICW, sedikitnya terdapat 24 terpidana korupsi yang mendaftarkan upaya Peninjauan Kembali setelah Artidjo pensiun pada Mei 2018.
Di sisi lain, ICW juga melihat lembaga peradilan belum berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Sepanjang 2019, menurut catatan ICW rata-rata hukuman para koruptor hanya 2 tahun 7 bulan penjara.
Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi turut melihat tren pengurangan hukuman pelaku korupsi oleh MA. Sepanjang 2019-2020, KPK mendapati sedikitnya 20 terpidana korupsi dikurangi hukumannya oleh MA.
“Kami mencatat hingga saat ini sekitar 20 perkara yang ditangani KPK sepanjang 2019-2020 yang hukumannya dipotong,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Senin, 21 September 2020.
KPK menyatakan fenomena ini memberikan kesan buruk terhadap lembaga peradilan. Komisi khawatir kesan itu akan menggerus tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan. “KPK menyayangkan dengan banyaknya putusan MA ditingkat Peninjuan Kembali dikabulkan oleh majelis hakim,” kata Ali.
Ali mengatakan pengurangan hukuman akan menghilangkan efek jera terhadap para pelaku korupsi. Selain itu, pemotongan hukuman dikhawatirkan akan semakin menyuburkan praktek korupsi di Indonesia. “Dibutuhkan komitmen yang kuat jika kita ingin memberantas korupsi,” ujar dia.
KPK berharap Mahkamah Agung segera mengimplementasikan Peraturan MA tentang pedoman pemidanaan pada seluruh tingkat pengadilan. Diundangkan sejak 24 Juli 2020, regulasi ini mengatur pedoman bagi hakim dalam memutus kasus korupsi. Perma itu dibuat agar tidak terjadi perbedaan mencolok dalam hukuman kepada koruptor. KPK berharap Perma itu juga berlaku di tingkat PK.