Transaksi jumbo lain yang terekam dalam FinCEN Files menyangkut nama Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam. Pengusaha batubara asal Kalimantan Selatan itu pernah disebut-sebut sebagai Wakil Bendahara Umum tim kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 lalu.
Dalam dokumen yang dilihat Tempo, rekening Andi di Bank Mandiri pernah menerima transfer mencapai US$ 47,9 juta—sekitar Rp 670 miliar dengan nilai tukar sekarang—pada 8-19 Oktober 2014. Dana itu dikirim oleh perusahaan yang beralamat di negara suaka pajak British Virgin Islands.
Andi tak membalas surat konfirmasi yang dikirimkan ke rumahnya di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, dan melalui pesan WhatsApp. Ghimoyo, Chief Executive Officer Jhonlin Group—perusahaan milik Andi—mengaku sedang rapat saat dihubungi lewat telepon pada 14 September lalu.
Selain Jhonlin Group, bocoran data FinCEN Files memuat transfer janggal yang melibatkan PT Tujuan Utama. Dalam salinan dokumen yang dilihat Tempo, ada transaksi mencurigakan senilai US$ 124,155 juta antara perusahaan emas yang berbasis di Pontianak, Kalimantan Barat, ini dengan Metalor Technologies Ltd—perusahaan logam mulia yang berbasis di Swiss pada 2015.
Hubungan kedua perusahaan ini terekam dalam putusan Mahkamah Agung yang menghukum PT Tujuan dengan denda Rp 500 juta pada 2017 karena memalsukan dokumen importasi emas ke Metalor. Direktur Tujuan Utama, Dicson Liusdyanto, mengatakan tidak ingat ihwal transaksi tersebut.
Laporan investigasi FinCEN Files di Majalah Tempo, Koran Tempo, dan Tempo.co akan mengupas lebih mendalam ihwal transaksi-transaksi mencurigakan yang terekam dalam lalu lintas dana di atas. Keberadaan laporan FinCEN ini tak serta merta mengindikasikan adanya pelanggaran pidana. Namun, setidaknya, ada beberapa kasus yang menunjukkan lemahnya sistem deteksi dini anti pencucian uang dalam sistem finansial global.