Dulu saat sebelum pandemi, diskusi rutin dilakukan di sekretariat namun kini kegiatan mereka lebih banyak bergerak di platform digital. Konten postingan sosmed, live instagram dengan ragam narasumber hingga artikel-artikel keberagaman di website. Apa yang mereka lakukan, dengan lebih focus di internet, mereka juga kerap mendorong anak-anak muda di Pontianak, Kalbar dan seluruh Indonesia juga mulai menggunakan platform pribadi masing-masing.
“Semua orang punya peran, mulai dengan membuat cerita baik di sosial mediamu. Seperti cerita baik dengan tetangga beda agama atau suku. Setiap cerita baik yang diunggah akan memberikan kesan positif agar kita tetap saling dukung satu sama lain,” seperti dikutip dari postingan sosial media Sadap Indonesia.
Dengan mendorong partisipasi aktif menggunakan sosial media pribadi, Sadap Indonesia mendorong lebih banyak anak muda bercerita dan menyebarkan paham-paham toleransi dimulai dari diri sendiri. Hal ini selain lebih variatif tergantung masing-masing individu, juga lebih kekinian karena menjangkau lebih banyak perhatian anak muda.
Dewi Utami, dosen komunikasi Universitas Tanjungpura mengamini, disampaikannya bahwa kampanye digital merupakan hal yang efektif karena pada dasarnya otak manusia lebih cepat memproses informasi dalam bentuk visual. “Ketimbang teks, visual lebih mudah dicerna otak,” ujarnya.
Menyebarkan kampanye tentang isu sosial di platform digital memiliki tantangan sendiri, harus mencuri perhatian terlebih dahulu baru sampaikan pesannya kemudian. “Butuh energi banyak untuk menjaga ritme, konsisten dengan isu yang dibangun, serta terus menciptakan ide-ide baru,” katanya.
Rio, Inta dan Tarida bersama Isa yang berpose online. (Tempo/Aseanty Pahlevi)
Kampanye nilai-nilai keberagaman melalui platform digital juga kerap dilakukan oleh komunitas jemaat Ahmadiyah. Juru Bicara Ahmadiyah Kalimantan Barat Roestandy mengatakan mereka melakukan kampanye seputar kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan.
Komunitas Jemaah Ahmadiyah Kalbar juga menjadi tujuan kunjungan Sadap Indonesia dan Tepelima. Ini adalah sesuatu yang menggembirakan baginya. “Banyak yang hanya mendengar dari internet atau rumor soal Ahmadiyah. Saya bahkan membuka lebar pintu masjid kami. Mari kita tepis prasangka,” katanya.
Ima, salah seorang Jemaah Ahmadiyah, yang turut menjadi panitia Tepelima turut membenarkan. Ia merasakan dan menjalin pertemanan dengan non-Ahmadi melalui kegiatan ini. “Seru sekali, harusnya lebih sering seperti ini,” harapnya.
Apa yang dirasakan oleh Ari, Subro, Sandi, Bandri, Roestandy dan Ima adalah cita-cita yang sejak awal ingin diraih oleh Isa dan teman-temannya. Kini, sambil memasuki usia yang masih muda sekali, tiga tahun Sadap Indonesia terus aktif memberikan ruang berdiskusi untuk seluruh anak muda lintas iman di Kalbar khususnya di Pontianak.
Isa sendiri baru memiliki teman akrab berbeda iman setelah berkesempatan keluar dari kampung halamannya. Berada di luar wilayah yang selama ini diakrabinya, memberinya kesempatan untuk mengenal kelompok agama lain. Tentu saja berkesempatan membangun relasi yang dekat.
“Rasa yang tebal ini tak akan terkikis dengan informasi-informasi menyesatkan mana pun. Semua bakal merasa, damai itu tidak ada harganya. Damai itu lebih penting dari kepentingan individu atau golongan,” katanya.