Bagi Ari, penyelesaian konflik harusnya tidak hanya formalitas di level pemimpin, tapi juga hingga akar rumput. Oleh karena itulah, komunitas anak muda seperti Sadap Indonesia seperti sebuah harapan.
“Kunci perdamaian di masa mendatang adalah pemuda. Kalau pikirannya cetek, pesan yang berantai dan sampai ke generasi berikutnya adalah hal-hal yang pernah diwariskan oleh generasi di atas kita. Apa enggak horor?” ujarnya.
Subro, salah satu pemuda Madura juga mengamini. Menurut dia, inisiasi perdamaian yang diusung anak-anak muda merupakan salah satu harapan lahirnya generasi yang menjunjung tinggi toleransi. “Sadap adalah harapan untuk lahirnya pemuda-pemuda yang mampu memitigasi konflik horizontal,” ujarnya.
Cendekiawan Dayak Kalimatan Barat, Kristianus Atok, mengatakan kegiatan Sadap Indonesia adalah sebuah harapan untuk lahirnya generasi-generasi muda yang menjunjung tinggi toleransi. Dia percaya kelak apa yang sedang diperjuangkan oleh Sadap Indonesia akan membesar asalkan konsisten.
“Sadap mempunyai modal yang kuat yaitu penggunaan bahasa yang sama dengan anak muda lainnya. Maka ini akan memudahkan pesannya sampai,” kata Atok.
Atok juga ikut mengambil bagian dalam diskusi-diskusi yang digelar apabila ada kesempatan. Sebab, ia mendukung aksi anak-anak muda agen perdamaian di Kalimantan Barat. “Ini bisa jadi mitigasi, merekatkan golongan sehingga tidak mudah tersulut informasi-informasi yang memecah belah,” katanya.
Saat menjadi Dewan Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat akhir 2019, Atok mengajukan pendidikan multikultural kembali masuk sebagai muatan lokal di kurikulum pendidikan. Ini adalah niatan yang tersambung dari apa yang ia upayakan sejak awal 2000-an silam. “Saya bersama teman-teman menyusun buku pegangan untuk pendidikan multikultural. Sayangnya, belum banyak digunakan,” katanya.
Bagi Atok, penting memasukkan pendidikan multikultural dalam kurikulum sekolah. Sehingga ada pijakan dasar untuk mengukur sejauh mana anak muda mampu mengubah pandangannya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.