TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI membuka dugaan peran pihak yang disebut King Maker di Kasus Djoko Tjandra. Menurut MAKI, pihak yang disebut King Maker diduga marah karena tak kebagian jatah rencana pembebasan Djoko Tjandra.
“Istilahnya kalau gue ga makan, lu juga ga makan,” kata Boyamin di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Jumat, 18 September 2020.
Boyamin menduga King Maker merupakan pihak yang pertama kali membuat Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan pengusaha Joshua Rahmat bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia. Belakangan, pengacara Anita Kolopaking ikut dalam rencana mereka untuk mengurus fatwa bebas untuk terpidana kasus Cessie Bank Bali tersebut.
Akan tetapi, menurut Boyamin, Pinangki dan Anita pecah kongsi. Paket pengurusan fatwa bebas yang ditawarkan seharga US$ 10 juta kepada Djoko dibatalkan. Djoko akhirnya berupaya mengurus pembebasannya melalui upaya Peninjauan Kembali melalui Anita. Djoko diketahui sempat masuk ke Indonesia untuk mengurus PK. Dia tak terdeteksi meskipun berstatus buronan. Masuknya Djoko ke Indonesia ini yang kemudian membuka skandal tersebut ke publik.
Menurut Boyamin, ada peran King Maker dalam terbongkarnya kasus Djoko Tjandra tersebut. Dia menduga King Maker tak senang ketika Anita mengurus sendirian PK untuk Djoko Tjandra. “Seolah hanya Anita yang mendapatkan rejeki dari Djoko Tjandra,” kata dia.
Boyamin menduga King Maker kemudian berupaya untuk menggagalkan PK tersebut. Dia mengatakan ada peran King Maker dalam terungkapnya kasus Djoko Tjandra saat rapat kerja Komisi Hukum DPR dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin. “Hingga terungkap di DPR segala macam itu King Maker di belakang itu,” kata Boyamin.
Komisi Hukum DPR menggelar rapat kerja dengan Burhanuddin pada 29 Juni 2020. Di rapat itu, pertama kalinya terungkap bahwa Djoko mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.