TEMPO.CO, Jakarta - Sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal penanganan kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Djoko Tjandra terbelah. Ada yang ingin agar kasus tersebut diusut lembaga antikorupsi ini, ada pula sebaliknya.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango merupakan salah satu pimpinan yang lembaga antikorupsi ini menghandel perkara Djoko. Ia telah meminta kejaksaan menyerahkan perkara Jaksa Pinangki ke lembaganya.
Alasannya, Nawawi melihat kasus ini melibatkan aparat penegak hukum dan penyelenggara negara. “Tipologi perkara tersebut merupakan domain kewenangan KPK ,” katanya pada Kamis, 27 Agustus lalu seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 12 September 2020.
Namun keinginan Nawawi itu tak mendapat dukungan penuh dari koleganya. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan pengambilalihan belum diputuskan dalam rapat pimpinan.
Walau begitu, menurut dia, pimpinan KPK selalu memonitor dan membahas opsi penanganan perkara. “Nanti pasti kami bahas karena kemarin gelar perkara baru selesai menjelang petang,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menilai peran KPK dalam penanganan perkara cukup lewat supervisi. Sikap itu sejalan dengan pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri setelah dia menghadiri rapat dengar pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat pada 31 Agustus lalu. Adapun Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membuka opsi mengambil alih kasus sejauh syaratnya terpenuhi.
Peluang agar KPK bisa menangani kasus ini sempat dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Ia meminta kejaksaan mengikuti langkah kepolisian yang melibatkan KPK saat menangani kasus suap Djoko Tjandra di lingkungan Bareskrim Polri.
Menurut Mahfud, KPK bisa diundang untuk menilai penanganan perkara di kejaksaan dan kepolisian. KPK dapat memberikan pandangan apakah penanganan suatu perkara sudah tepat atau perlu diambil alih sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang KPK.
“Bisa saja diambil alih sejauh syarat yang diatur dalam undang-undang terpenuhi. Tapi pengambilalihan tidak selalu harus dilakukan,” ujarnya. Baca bagaimana tarik ulur di internal KPK dalam Majalah Tempo terbaru berjudul "Joko Tak Singgah di Kuningan".