TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan merespons adanya pasukan khusus bersenjata bernama Pasukan Rajawali yang diduga bentukan Badan Intelijen Negara (BIN).
Menurut salah satu perwakilan koalisi, Kepala Advokasi LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, mengatakan bahwa BIN tidak memiliki wewenang untuk membentuk pasukan khusus bersenjata. Ia merujuk pada Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara.
"Yang juga diperkuat oleh Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2012 tentang Badan Intelijen Negara (PP Badan Intelijen Negara) yakni tidak memberikan wewenang kepada BIN untuk membentuk pasukan khusus bersenjata. BIN telah melampaui kewenangannya berdasarkan undang-undang," ucap Nelson melalui keterangan tertulis pada Ahad, 13 September 2020. Alhasil, koalisi menilai tidak tepat jika BIN membentuk pasukan khusus bersenjata layaknya TNI atau Polri.
Selain itu, pihak koalisi juga mempertanyakan apakah BIN sudah melapor kepada Presiden Joko Widodo atau belum ihwal Pasukan Rajawali itu. "Dan jika memang BIN membentuk pasukan, dalam konteks atau kegiatan apa? Mengingat dalam kegiatan keamanan sudah ada Polri, dalam kegiatan pertahanan sudah ada TNI, lalu terorisme sudah ada BNPT," ucap Nelson.
Nelson juga mengkhawatirkan jika nantinya Pasukan Rajawali akan bertindak sewenang-wenang dan bukan tidak mungkin menambah daftar panjang pelanggaran HAM negara melalui pembunuhan di luar proses hukum.
Koalisi Reformasi Sektor Kemanan pun mendesak Jokowi, serta mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar membubarkan pasukan khusus bersenjata tersebut jika benar bahwa itu adalah bentukan BIN.
ANDITA RAHMA