TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan seorang pemimpin harus bertanggung jawab dan membuat progres. Dia mengatakan pemimpin yang belum menghasilkan progres tak boleh mengerem. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB DKI Jakarta yang berlaku mulai 14 September 2020.
"Jadi kalau ada progres baru boleh ngerem, jangan ngerem enggak ada progres," kata Hasto saat membuka sekolah partai bagi calon kepala daerah dari PDIP, Ahad, 13 September 2020.
Menurut Hasto, pemimpin harus melihat penderitaan rakyat dan berani mengambil risiko. Ia lantas menyebut kegagalan paling besar bagi seorang pemimpin adalah jika tak berbuat apa-apa.
"Jadi no action, talk only. Ya kira-kira seperti itu yang populer," kata dia.
Hasto mengatakan saat ini ada yang suka menganalogikan seorang pemimpin seperti sopir. Menurut dia, seorang sopir harus memiliki visi misi ke depan. Jika perlu juga menggunakan instrumen Google Maps untuk memperkirakan hambatan-hambatan di rute yang akan ditempuh.
Hasto menyebut pemimpin harus memiliki kesadaran terhadap visi yang dituju. Untuk mencapai visi itu, ucap dia, jalan migrasi terpendeknya adalah kepemimpinan yang transformatif dengan melihat persoalan rakyat dan mengambil tanggung jawab terkait hal itu.
"Jangan hanya ngambil populer, ngambil fasilitasnya, tidak berbuat apa-apa. Dia harus reflektif, melihat kaca spion, lihat ke belakang apa yang terjadi, lihat kiri kanan di situ, kemudian dia harus juga berpikir strategic," ujar Hasto.
Hasto mengatakan pemimpin harus mendorong kemajuan bersama-sama dengan rakyat. Ibarat sopir, penumpang juga maju bersama dalam satu kendaraan. Jika sudah maju, kata politikus PDIP ini, barulah sopir boleh mengerem.
"Untuk ngerem enggak bisa mendadak, harus rating dulu signalnya kiri kanan. Tiba-tiba ngerem tanpa signal itu tidak pemimpin yang berpikir strategic," kata dia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI