TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik mengatakan oligarki yang muncul dalam Pilkada merupakan pelanggaran HAM.
"Sebab kesetaraan atau equal rights hilang, terutama hak untuk dipilih karena adanya praktik oligarki tersebut," ujar Taufan dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Senin, 7 September 2020.
Menurut dia, praktik oligarki dapat membatasi hak seseorang untuk turut serta dalam pemerintahan. Sebab proses politik dalam pemilihan telah dikuasai oleh orang-orang yang berada di pusaran kekuasaan.
"Karena politik atau pemerintahan atau pemilunya itu sendiri dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki kekuatan atau akses terhadap kekuasaan politik," kata dia.
Padahal, kata dia, negara telah menjamin hak tiap-tiap individu untuk bisa dipilih dalam pemilihan umum sesuai peraturan perundang-undangan. Hal itu antara lain termuat dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Taufan mengatakan praktik ini akan berdampak terhadap kebijakan-kebijakan politik maupun ekonomi ketika kelompok oligarki ini telah terpilih dan memimpin di suatu daerah.
"Ini menyebabkan kebijakan-kebijakan politik, apakah itu penganggaran, apakah itu kebijakan atau regulasi di daerah atau di tempat lain, itu pasti akan diarahkan atau digiring menguntungkan pada kelompok oligarki dan teman-temannya," ucap Taufan.
Dalam temuan Komnas HAM, kata Taufan, kelompok oligarki juga kerap melibatkan aparat penegak hukum yang pada akhirnya menimbulkan distorsi dalam urusan penegakan hukum atau urusan penegakan dan perlindungan hak asasi manusia.
"Terjadi distorsi di dalam urusan penegakan hukum atau urusan penegakan dan perlindungan HAM karena dalam berbagai kasus aparat penegak hukum kita misalnya juga merupakan bagian yang terlibat dalam praktik oligarki," ucap Taufan.