TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramdhana menilai Kejaksaan Agung tidak sepenuhnya berkomitmen untuk menindak tegas kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam sengkarut pelarian Djoko Tjandra. Ia menduga ada resistensi kelembagaan untuk melakukan perlindungan khusus kepada Pinangki.
"Sempat ramai, ada niat dari Kejagung untuk memberi bantuan hukum kepada Jaksa Pinangki. Ini menjadi catatan serius, bagaimana mungkin penegak hukum memberi bantuan hukum kepada pelanggar hukum," kata Kurnia, dalam diskusi webinar, Senin, 7 September 2020.
Kurnia mengatakan penetapan jaksa Pinangki sebagai tersangka suap dari tersangka kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra menambah daftar panjang pegawai Korps Adhyaksa tersangkut kasus korupsi. Berdasarkan catatan ICW, dalam rentang waktu 2015 sampai dengan 2020, setidaknya sebanyak 22 jaksa telah ditetapkan sebagai tersangka pidana korupsi.
Data ini, kata Kurnia, memperlihatkan bahwa terdapat permasalahan serius soal integritas dari anggota Korps Adhyaksa yang mesti segera dibenahi.
Kurnia pun mengungkap sejumlah modus yang dilakukan di sektor pengadilan. Potensi korupsi, kata dia, rawan saat pendaftaran perkara yang dilakukan dengan pemberian uang jaksa untuk mendapatkan nomor perkara lebih awal. "Pada tahap persidangan dan tuntutan juga seringkali dijadikan celah untuk tindak korupsi," ujarnya.
ICW pun mendesak agar KPK bersama kepolisian dan lembaga peradilan lainnya untuk segera duduk bersama membahas potensi korupsi tersebut. perkara dalam penanganan kasus tersebut.
Selain itu, kata Kurnia, ICW merekomendasikan agar kasus Jaksa Pinangki segera diambil alih lembaga KPK mengingat lemahnya transparansi dan akuntabilitas Kejaksaan Agung selama ini.
ICW juga mendesak Presiden Jokowi untuk melakukan konsolidasi dengan Kejaksaan Agung terkait kinerja kejaksaan yang selama ini mendapat komentar minor dari publik. "Jangan selalu menghindar di balik dalih penanganan kasus hukum," kata Kurnia.
YEREMIAS A. SANTOSO