TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan komitmen partai terhadap Pancasila dan kemajuan Provinsi Sumatera Barat tak pernah surut. Kendati, dia menilai, selama sepuluh tahun terakhir ada yang berbeda di provinsi tersebut.
Hasto tak merinci apa yang dia maksud dengan berbeda itu. Menurut dia, PDIP selalu mendorong Presiden Joko Widodo untuk sering ke Sumbar dan membangun provinsi tersebut, meskipun di sana partai dan Jokowi kalah dalam Pemilu 2014 dan 2019. "Apakah masyarakat Sumbar akan berterima kasih? Itu nomor kesekian," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Ahad, 6 September 2020.
Yang penting, kata Hasto, sikap PDIP terhadap Sumbar tak berubah karena provinsi tersebut memiliki sumbangsih terhadap kepeloporan kemerdekaan Indonesia. Ia mencontohkan para tokoh bangsa dari Sumatera Barat, seperti Hatta, K.H. Agus Salim, M. Natsir, Rohana Kudus, H.R. Rasuna Said, M. Natsir, Tan Malaka, dan lainnya.
"Jadi wajib hukumnya bagi Pak Jokowi dan kader PDIP dukung kemajuan Sumbar, baik ada dukungan maupun tidak," kata Hasto.
PDIP tengah diterpa polemik dengan masyarakat Sumbar setelah ucapan Ketua DPP Bidang Politik dan Keamanan PDIP Puan Maharani pada Rabu, 2 September 2020. Saat mengumumkan pasangan calon kepala daerah, Puan melontarkan harapan agar Sumbar menjadi provinsi pendukung negara Pancasila.
Pernyataan itu menuai kritik lantaran dianggap mendiskreditkan masyarakat Sumbar. Dalam sejumlah kesempatan, PDIP sudah menjelaskan bahwa Puan Maharani tak bermaksud demikian.
Hasto mengatakan PDIP sangat mengagumi Provinsi Sumatera Barat. Ia mencontohkan dua aspek, yakni bahasa dan kuliner yang juga membuat partainya mengagumi Bumi Minangkabau tersebut.
Menurut Hasto, perjalanan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional terjadi karena kepeloporan para tokoh Sumatera Barat. Bahasa Melayu hanya digunakan oleh sebagian kecil masyarakat nusantara bisa diterima menjadi bahasa persatuan pada 1928.
Kemudian dari aspek kuliner, Hasto mengatakan makanan Padang diterima secara luas di seluruh Indonesia. Bahkan menjadi makanan khas Indonesia. "Kalau bahasa dan makanan sudah go nusantara, masa mendapat masukan dan harapan agar modal kultural kepeloporan Sumbar untuk lebih Pancasilais, lalu direspons seperti itu," kata Hasto.
Hasto mengatakan apa yang disampaikan Puan Maharani adalah bagian dari dialektika ideologis. Ia juga menyebut Puan menyampaikan hal itu dengan cara baik. "Dengan lafal bismillah. Jadi mari kita lihat secara obyektif dan proporsional dan dijauhkan dari dinamika Pilgub," ujar dia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI