TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dan parlemen tengah membahas Harmonisasi RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI atau UU Kejaksaan. Kejaksaan Agung menyampaikan empat usulan baru untuk rancangan undang-Undang tersebut, yakni perlindungan jaksa, kesehatan yustisial, eksekusi, dan penyadapan.
Anggota Badan Legislasi DPR RI Muhammad Ali Taher meminta agar budaya hukum diperkuat dalam rancangan UU Kejaksaan. Meskipun dalam perubahan tersebut mencakup dua aspek penegakan hukum, yaitu struktur dan substansi hukum, ujar dia, namun tidak ada elemen budaya hukum.
“Jangan ingin perubahan ini karena kepentingan-kepentingan jangka pendek yang selama ini Kejaksaan Agung diabaikan hak-hak konstitusionalnya sebagai peran yudikatif,” kata anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini dalam Rapat Kerja dengan Kejaksaan RI pada Rabu, 2 September 2020.
Anggota Baleg lainnya, Taufik Basari, masih mempertanyakan urgensi perubahan UU Kejaksaan yang sedang dicanangkan. “Saya sepakat dengan Pak Ustad (Ali Taher) tadi. Kalau merevisi hanya untuk kepentingan sesaat, buat apa kita merevisi undang-undang itu?” ujar anggota Fraksi Partai NasDem ini.
Sebelumnya, telah disampaikan delapan poin masukan untuk rancangan perubahan UU Kejaksaan. Delapan poin itu adalah kewenangan penyidikan tertentu selain Tipikor, intelijen penegakan hukum, kewenangan pengawasan barang cetakan dan multimedia, lalu pengaturan Advocaat Generaal.
Selain itu, penguatan sumber daya manusia, kerja sama dengan lembaga hukum dari negara lain, pertimbangan dalam ada atau tidaknya pelanggaran hukum dan tanda kehormatan, serta kewenangan dalam keadaan darurat.
MUHAMMAD BAQIR